[🌸] Tamasya Bersama
“Yeay!!! Akhirnya kita sampai!!!”
“Yeay! Sampai!!!”
Bachira bersorak gembira begitu mereka sampai di parkiran. Isagi bahkan ikut tersenyum ketika melihat tiga anaknya turun dari mobil untuk ikut bersorak riang.
“Adek!!! Adek tadi mabok gak di jalan?” tanya Chigiri yang baru saja berlari demi menghampiri si kecil sambil ikut berjongkok di sebelahnya.
Gakuto menggeleng semangat, “Engga, Uncle! Adek seneng soalnya kita mau jalan-jalan!”
“Bener, apa lagi jalan-jalannya sama Uncle Meguru!” timpal Bachira yang langsung memeluk gemas Gakuto.
Isagi akhirnya ikut mendekat kepada tiga anaknya, terutama Minato untuk merapikan pucuk rambutnya yang terlihat berantakan akibat tadi tertidur lelap di mobil. Diam-diam ia mendengus geli sambil menatap kepala sang anak. Dari sekian banyaknya hal yang bisa menurun dari dirinya, hanya pucuk rambut Minato saja yang identik dengannya, itu pun hanya satu jambul yang berhasil muncul.
Tch, Gen Itoshi sialan yang mendominasi.
“Yayah, Yayah, pasti wahana di zaman Papa Yayah lebih sedikit dibanding di masa depan, ya?”
“Haha, mungkin? Tapi di zaman Yayah udah seru, kok! Minato mau naik apa aja nanti Yayah bolehin!”
Guratan merah tipis langsung muncul di kedua pipi gembil Minato, “Bener, Yah?”
“Bener! Tapi apa, Bang?” Isagi menatap Mikoto agar sang anak melanjutkan ucapannya, “Tingginya harus mencukupi dulu, dan pastinya selalu diawasi sama Abang.” jawab Mikoto dengan senyuman tulus.
“Ih!!! Dibilang Minato bukan anak kecil lagi!”
Rengekan Minato membuat Mikoto dan Isagi saling melempar tawa. Dalam hati pun Isagi bersyukur dengan suasana seperti saat ini, senyum seakan tidak bisa hilang dari wajahnya jika melihat anak-anaknya sudah akrab bahkan dengan para temannya.
Tapi kini senyuman yang tadinya terlihat manis itu seketika berubah menjadi senyuman sombong saat Isagi mulai membayangkan bahwa hari ini dialah yang akan memenangkan taruhan bodohnya bersama Rin itu.
Kenapa ia bisa berpikir seperti itu? Oh, tentu saja karena Isagi sudah sangat percaya diri dengan persiapannya yang mengikuti saran Chigiri waktu itu.
Benar, merayu.
Bagaimanapun juga ia percaya pasti Rin akan jatuh pada pesonanya, apa lagi persiapan matang tersebut dimulai dari pakaian yang ia kenakan saat ini, alias dengan memakai celana paling pendek yang ia punya.
Isagi percaya 100% kalau Rin itu mesum, makanya anak mereka bisa sampai 5 dengan jarak umur yang sangat dekat. Sebab tidak mungkin jika di masa depan adalah dirinya yang meminta untuk melakukan ‘itu’ lebih sering, jadi sudah pasti Rin saja yang tidak tahan dengan keseksiannya! Iya, kan?
Oleh karena itu, rencana Isagi kali ini adalah merayu Rin dengan selalu duduk berhimpitan dengannya, membuat Rin mau tidak mau melihat paha mulusnya, membuat pemuda itu salah tingkah, dan berakhir akan jatuh ke dalam pesona Isagi sepenuhnya.
Anjing, tapi kalau dipikir-pikir lagi gue malah jadi kelihatan kayak orang tolol yang genit banget?
Ah, tapi tidak apa kalau sekali-kali, ini semua demi memenangkan taruhan dari Rin yang kurang ajar itu. Isagi akhirnya mengangguk dan semakin tersenyum penuh percaya diri.
“Puas-puasin senyum sekarang karena tau nanti bakal kalah?”
Lalu suara Rin tiba-tiba terdengar bersamaan dengan dirinya yang juga ikut berdiri di samping Isagi.
Si pendek pun mendecih remeh menanggapi itu, “Gak terima kata-kata dari orang yang justru bakal kalah.”
Sebelum mereka kembali beradu mulut, suara tepukan tangan dari Reo segera mencuri perhatian mereka semua.
“Udah, yuk? Udah kumpul semua, kan? Gue mau langsung scan tiketnya biar kita bisa lebih dulu main.”
“Oke, Re!!!”
Satu per satu dari mereka mulai mengekori ke mana Reo berjalan karena ia sebagai pemimpin kali ini. Mendengar hal tersebut pula Isagi kembali menaruh penuh perhatian kepada anak-anaknya di sana.
“Ah, Abang Mikoto sama Abang Minato selalu jalan di depan Yayah atau Papa, ya? Jangan jauh-jauh, kalau Adek digendong sama Papa aja biar gak capek.”
“Oke, Yayah!!!”
Mereka bertiga mengangguk serempak dengan senyum antusias tak sabar untuk segera masuk ke dalam.
“Sip! Ayo, kita ikut yang lain biar gak ketinggalan!”
“Tunggu.”
Isagi yang sudah bersiap untuk melangkah maju tiba-tiba harus berhenti akibat perintah Rin barusan. Belum sempat Isagi menoleh, pemuda itu lebih dulu tertegun dengan Rin yang tiba-tiba mendekat, merendahkan tubuhnya, lalu melilitkan pinggang Isagi dengan jaket miliknya.
“Terlalu pendek. Hati-hati di sini banyak yang bisa berniat buruk sama lu.”
Setelah mengatakan hal itu, Rin langsung menggendong Gakuto dan berjalan mendahului Mikoto, Minato, bahkan Isagi yang masih mematung di tempatnya selama beberapa saat.
“Yayah? Yayah kenapa mukanya merah?”
Ditanya begitu Isagi seakan kembali ditarik pada kenyataan saat ini dan reflek gelengan cepat ia berikan pada Minato yang penasaran.
“Engga merah! Yayah ... Yayah cuma lagi kepanasan! Iya! Kepanasan! Hahaha!”
Tentu saja berbohong adalah pilihan yang tepat untuk saat ini, karena tidak mungkin Isagi mau mengakui bahwa wajahnya memerah akibat apa yang baru saja Rin lakukan padanya! Bahkan bukan hanya wajahnya saja yang memerah, melainkan jantungnya ikut berdebar kencang dua kali lebih tepat!
ITOSHI RIN SIALAN!!!
Di dalam hatinya Isagi mengumpati banyak cacian untuk Rin karena ternyata laki-laki itu sudah mengambil start lebih dulu untuk memenangkan taruhan kali ini.
Padahal kalau saja Isagi tahu, kini Rin yang tengah berjalan bersama Gakuto dalam gendongannya pun tengah bergelut dengan pikirannya sendiri untuk memastikan bahwa tingkahnya barusan tidak bermaksud apapun.
“Iya, itu cuma jaga-jaga aja, jaket pun panas kalau dipakai sekarang sama gua. Itu pasti namanya bukan peduli dan gak mau paha dia diliatin banyak orang dan bahkan digodain, bukan pula karena posesif. Iya, kan, Dek?”
“Huum!” timpal Gakuto yang sebenarnya tidak paham apa yang Papanya ini gumamkan.
Sementara Chigiri dan Hiori yang berada di barisan belakang ternyata ikut memperhatikan adegan roman picisan yang terjadi di depan mata mereka berdua sejak tadi.
“Lo yakin mereka bakal gapapa, kan?”
“Kayak orang tolol,” jawab Chigiri menanggapi pertanyaan Hiori, “tapi yang itu lebih tolol lagi.” lanjutnya sambil menunjuk ke arah samping,
“LEPASIN GU-HMPPHH!!!”
lebih tepatnya ke arah Kaiser yang tengah meronta-ronta tapi sedang ditahan oleh Karasu dan Otoya agar si keturunan bule Jerman ini tidak lepas untuk mengganggu kemesraan Rin dan Isagi.
Hiori pun terkekeh pelan, “Sekumpulan orang-orang tolol.” lalu diam-diam mengabadikan kedua momen tersebut dengan ponsel pribadinya.
Begitu sudah masuk ke dalam, mereka semua segera menghabiskan waktu yang ada untuk bersenang-senang seperti semestinya. Diutamakan mereka akan menaiki wahana aman yang memperbolehkan anak-anak untuk ikut, terutama Gakuto.
“Kalo gitu gua sama Bito dan Otoy mau naik kora-kora lagi, siapa yang mau ikut?”
“Minato!!!”
Reo menatap Shidou kaget, “Gila?! Gue bahkan mikir kayak mau mati tadi, Minato kamu serius mau naik lagi?” ia juga menatap Minato yang masih kepalang semangat.
“Belum puas, Re.” Karasu terkekeh, “Lu juga sini, Ser. Jangan lu ngintilin itu Isagi mulu, tai.”
“Bacot.” balas Kaiser karena memang ucapan Karasu benar bahwa ia selalu menatap sinis Rin dan Isagi dari jauh.
“Yaudah, gapapa, nanti kita tunggu di pohon yang di depannya gak jauh dari Halilintar, jangan sampai nyasar.”
Isagi mengangguk setuju atas peringatan Chigiri, “Bener, gue paling duduk-duduk dulu sama Adek di sini, kalian yang mau main di wahana lain, main aja.”
Minato mengangguk senang, “Siap, Yayah!”
“Hati-hati, Minato! Jangan lari nanti jatuh!” seru Isagi begitu melihat anak keempatnya itu berlari dengan semangat bersama Shidou dan Otoya yang menggandeng kedua tangannya.
Ah, omong-omong, sebenarnya rencana awalnya tidak begini.
Niat mereka semua itu ingin membuat Itoshi Family bersatu memiliki ruang dan waktu bersama, sementara yang lainnya menyingkir untuk bermain wahana lain. Tetapi sayangnya para SaShiMi ini juga tidak bisa menahan hasrat untuk bersenang-senang bersama anak-anak lucu itu.
Kadang Mikoto bermain dan bergabung bersama grup Reo, Yukimiya, Nagi, dan Hiori. Minato asyik bersama grup Shidou, Karasu, Otoya, dan Kaiser. Lalu Gakuto bersama Chigiri dan Bachira. Sementara Rin dan Isagi selalu bersama dan bergabung di ketiga grup itu secara bergantian.
Namun, bukan berarti dengan bermain bersama anak-anak tersebut membuat para SaShiMi ini juga lupa untuk ikut memperhatikan pergerakan Rin dan Isagi, sebagai tujuan mereka yang membuat keduanya sadar bahwa keduanya sudah saling jatuh cinta.
“Anjing, gak pernah gua kebayang sama sekali si bangsat Rin beneran tebar pesona demi bikin Isagi naksir dia.” begitu celetuk Otoya ketika berada tak jauh dengan Rin dan Isagi, menatap keduanya dengan pandangan jijik.
Karena memang benar bahwa selagi mereka sibuk berpindah dari satu wahana ke wahana lain, Rin selalu tebar pesona pada Isagi dengan cara seperti menggendong Gakuto sambil membawa tas milik Isagi sekaligus, mempersilakan Isagi untuk mendapatkan tempat duluan, membantu Isagi naik-turun wahana, apa saja ia lakukan karena ia tengah berusaha semaksimal mungkin agar Isagi tidak kelelahan.
“Gua juga gak kebayang Isagi bakal begitu. Tuh, liat kelakuannya udah kayak malewife sejati, buset.” timpal Bachira di sampingnya yang ikut memperhatikan mereka dengan senyum usil.
Yup, Isagi tak kalah tebar pesona, bahkan mencuri perhatian sebisa mungkin agar Rin setidaknya terbawa suasana dengan perlakuannya. Seperti tiba-tiba membantu Rin untuk minum ketika tangan si bungsu Itoshi itu penuh, bergelayut manja saat menaiki wahana menyeramkan, bahkan sampai mengelapkan keringat di wajah Rin dengan tisu.
“Eh, eh, mumpung udah mau sore naik Bianglala, yuk?”
Reo tiba-tiba memberi usul karena saat ini mereka sudah mau kembali berkumpul semua untuk menaiki wahana yang sama lagi.
“Boleh! Adek gak takut ketinggian, kan?”
Menanggapi pertanyaan Isagi, Gakuto menggeleng pelan, “Engga, Yayah. Adek suka naik ini!”
“Oke! Kalau gitu Yayah panggil abang-abangmu dulu di sana, Adek sama Papa dulu.”
Begitu Gakuto mengangguk mengiyakan, Isagi langsung berjalan menghampiri Minato dan Mikoto yang sedang membeli minum bersama temannya yang lain.
Tetapi belum juga ada di setengah perjalanan, matanya kini sudah menangkap beberapa gadis yang tiba-tiba berjalan ke arah belakang di mana Isagi baru saja di sana, atau lebih tepatnya di tempat Gakuto dan Rin berada.
“Hai? Gue boleh minta nomor handphone lo, gak?”
“Gue juga!”
Bachira dan Otoya yang masih ikut memperhatikan pun saling lirik seakan mereka tahu apa yang ada di pikiran masing-masing. Iya, tentang Rin yang memang terlihat tampan, jadi tentu saja akan ada banyak yang berusaha mendekatinya.
“Bangsat, emang kalo normalnya pun tanpa tebar pesona kayak tadi, ini orang napas aja udah bikin siapa aja yang baru liat naksir, sih.” ujar Otoya memaklumi.
“Berarti elu naksir Rin juga dong pas pertama kali liat?”
“Engga, lah, gua naksir orang gak mandang fisik soalnya.”
“Tai.” Bachira terkekeh sebentar kemudian kembali melihat Rin, “Dia pasti gak nyaman, gua kasih tau dulu, dah.” ia pun menghela napasnya gusar, mau tidak mau akhirnya ia mendekat untuk membantu menyingkirkan orang-orang tersebut dari Rin.
“Sorry, guys, dia-”
“Dia gak punya nomor handphone.”
Namun belum juga Bachira menyelesaikan kata-katanya, ucapan Isagi yang baru saja kembali lebih dulu memotong dan membuat keheningan sejenak di antara mereka.
“Hah? Maksudnya?” tanya gadis yang tadi pertama kali bertanya.
“Iya. Karena handphone yang kita pake ini sama.”
“Kalo gitu akun medsosnya aja gima-”
“Gapunya juga soalnya dia sibuk.”
Gadis satu lagi kini menatap Isagi sinis karena pemuda itu selalu menyela mereka, “Gapunya? Haha, emang sesibuk apa, sih, anak muda zaman sekarang sampai gak punya sosmed bahkan nomor pribadi?”
“Sibuk urus keluarga. Gak lihat ini dia lagi gendong anaknya?”
Ow, shit.
Mendapati jawaban yang berupa pertanyaan sarkastik sekaligus senyuman dipaksakan, gadis-gadis tersebut pun langsung tersenyum kikuk tak mampu berkutik lagi.
“Sialan, ternyata udah nikah.” bisik gadis tadi.
“Yuk, sayang. Kita samper anak-anak lain yang masih jajan.”
Akhirnya Isagi pun melingkarkan tangannya di lengan Rin untuk mengajaknya pergi, tapi tak lupa juga sebelum itu ia memberikan pelototan maut pada gadis-gadis tersebut yang tanpa pikir panjang ikut melarikan diri karena ngeri.
Reflek Bachira dan Otoya saling pandang, lalu keduanya langsung menahan tawa usil seakan kembali tahu isi pikiran masing-masing.
Tahan. Tahan. Jangan digodain, jangan digodain.
Tapi ternyata tak hanya mereka berdua yang berpikir untuk menggoda usil, nyatanya kini Rin tengah menahan senyum atas tindakan Isagi barusan untuknya.
“Terpaksa bohong karena posesif suaminya terlalu ganteng?”
Isagi yang wajahnya kembali memerah langsung menggurutu sebal, “Berisik. Gue cuma gak mau Adek tadi kayak kebingungan dan gak nyaman.”
“Oh? Kalau gitu harusnya tadi Adek aja yang lu bawa pergi,”
“IH! RESE LO!!! Gue bareng Mikoto dan Minato aja kalau gitu!”
Untuk menutupi rasa malunya, Isagi dengan cepat berlari ke arah Mikoto dan Minato yang baru saja selesai membeli jajanan bersama Shidou dan Kaiser.
“Ayo! Kita antri duluan aja gak usah nungguin si Jelek!”
“Adek gimana, Yah?” Mikoto menatap Yayahnya bingung.
Sial, Isagi lupa Gakuto masih ada dalam gendongan Rin. Tapi karena sudah telanjur kesal, akhirnya ia tidak menjawab pertanyaan Mikoto dan memilih untuk menarik kedua tangan anaknya itu untuk langsung mengantri barisan.
Tapi ternyata Isagi beruntung, mereka hanya mengantri sebentar dan langsung bisa masuk untuk mendapatkan giliran duduk. Lalu akibat terlalu fokus untuk mengajak Mikoto dan Minato duduk lebih dulu, Isagi tidak menyadari bahwa ada orang lain yang ingin ikut masuk ke dalam bangku kincir giliran mereka.
“Boleh gabung? Cuma bertiga aja sama adek-adek kamu, kan?” tanya pemuda tidak dikenal itu.
“Eh, itu ...” tentu saja Isagi terkejut, netra biru lautnya melihat ke sekeliling berharap Shidou dan Kaiser tadi berada tak jauh dari mereka, tapi dua orang bodoh itu sepertinya tertinggal di belakang.
“Itu apa?”
Isagi pasrah, orang ini sudah masuk jadi tidak enak untuk menolaknya, “Ah, itu maksudnya bo-”
“Gak boleh.”
Tapi kini giliran ucapannya yang tiba-tiba dipotong langsung oleh orang yang paling tidak ingin ia lihat kali ini.
“Gak lihat dia udah sama anak-anaknya?” lanjut Rin tanpa menyembunyikan wajah tidak sukanya.
“Oh? Tadi kirain adeknya. Masih muda tapi udah punya anak.” Pemuda asing itu tersenyum ramah, tapi detik kemudian menatap bingung ke arah Rin yang tiba-tiba duduk di samping Isagi. “Lah, lo juga ngapain duduk di situ?”
Tanpa aba-aba Rin langsung meraih pinggang Isagi untuk makin mempersempit jarak di antara mereka, “Anak-anak gua juga. Ada masalah?” lalu tersenyum miring setelah puas mengatakannya.
“Damn, pasusu muda.”
Melihat reaksi Rin yang semakin menyebalkan dan seperti ingin mengajak ribut, lebih baik pemuda itu juga segera melarikan diri secepat mungkin agar tak lagi terlibat.
Ketika pemuda itu benar-benar pergi meninggalkan mereka, tangan Isagi pun bergerak untuk menyentuh tangan Rin yang masih berada di pinggangnya, “Sekarang lo yang posesif karena suaminya terlalu lucu?” lalu tersenyum menggoda kepada Rin yang langsung membuang wajah ke arah lain.
“Gua juga lihat Mikoto dan Minato yang tadi kelihatan gak nyaman.”
Sementara teman-temannya yang ternyata kembali ikut memperhatikan adegan tersebut hanya kembali saling tatap dan seakan mengerti arti tatapan masing-masing.
Bahwa sejak awal datang ke sini, Rin dan Isagi memang terlihat berusaha melakukan segala hal untuk membuat satu sama lain kalah akan taruhan mereka untuk jatuh cinta lebih dulu.
Padahal asal dua orang itu tahu saja bahwasanya mereka tidak perlu berusaha sama sekali. Karena justru tindakan-tindakan natural seperti beberapa saat yang lalu itulah yang sudah membuat satu sama lain luluh tanpa mereka sadari.
Ck. ck. ck. Dasar pasangan suami-suami bodoh.
Tak terasa waktu akan berjalan lebih cepat jika kita menikmati kegiatan yang dilakukan di setiap detiknya. Setelah mereka menaiki berbagai wahana, istirahat, makan, banyak mengabadikan momen lewat foto dan video yang langsung dibagikan ke Shou dan Ciel melalui Whatsapp, akhirnya mereka sampai juga pada wahana terakhir yang akan dimainkan sebelum pulang yaitu carousel atau komidi putar.
Untuk itu Isagi kembali melihat ke arah anak-anaknya yang kini tengah bercanda tawa di bawah pancaran sinar lampu yang begitu memukau indah.
“Adek duduknya mau sama Papa atau Yayah?” Isagi bertanya seraya mendekati Gakuto yang masih berada dalam gendongan Rin.
“Sama Uncle Meguru, pleaseeee~” mohon Bachira dengan mata berbinar yang penuh harapan.
Gakuto terlihat berpikir sebentar sambil melihat ke arah mereka bertiga secara bergantian, lalu satu kesimpulan yang ia dapatkan membuat senyum di wajahnya semakin merekah.
“Adek sama Uncle Meguru aja supaya Papa duduk sama Yayah berdua! Hehe~”
Mendengar jawaban itu mereka semua lantas tak dapat menahan tawanya, apa lagi ketika melihat wajah Isagi yang kembali memerah matang.
“Gak bisa, Adek. Kalau kita naik berdua itu berat, nanti kasian patung kudanya, iya, kan, Pa?”
Isagi tersenyum tapi matanya melotot kepada Rin upaya untuk mengancam yang lebih muda itu untuk menyetujui ucapannya.
“Yayah betul, Adek.” Hati Isagi hampir bersorak gembira karena persetujuan itu, sebelum akhirnya kembali diredamkan oleh ucapan Rin selanjutnya. “Tapi kalau Adek mau Papa tetep sama Yayah, nanti Yayah naiknya jangan di kuda tapi Papa gendong aja di punggung, gimana?”
Gakuto yang justru mendengar jawaban tersebut lantas mengangguk dan semakin antusias.
“Mau! Adek mau lihat!”
“HAHA! Papa bisa aja bercandanya!” Isagi kembali tertawa palsu dan detik kemudian terdengar rintihan kecil dari Rin karena Isagi menabok lengannya cukup kencang, “Saking lucunya sampai ada nyamuk! Sakit, ya? Sayangku?”
Para SaShiMi yang ada di sana ikut terkikik geli menyaksikan tingkah-tingkah lucu dari pasangan yang katanya sudah menikah di masa depan itu.
“Udah kayak pasusu beneran aja lu berdua,” Bachira bahkan tak dapat lagi menahan diri untuk tidak bersiul usil menggoda keduanya. “Lu, nih, pada lagi akting buat bikin salah satu dari lu berdua naksir duluan, kan? Tapi malah kayak PDKT beneran, jir! Hahaha!”
Merasa dianggap seperti itu, Isagi memilih untuk diam saja karena sejujurnya ia sendiri pun tidak mengerti dengan situasi yang terjadi sejak tadi. Ia bahkan hampir melupakan sejenak bahwa taruhan itu ada sebab ia terlalu fokus untuk bersenang-senang bersama Rin dan anak-anak mereka.
“Ini semua demi mereka bertiga.” dan karena diamnya Isagi, maka Rin memilih untuk menjawabnya dengan singkat.
Bachira menaikkan sebelah alisnya, “Demi mereka bertiga berarti demi masa depan lu berdua juga, kan?”
Isagi kini benar-benar membeku begitu mendengar pertanyaan itu muncul kembali. Pertanyaan yang sebenarnya juga selalu Isagi tanyakan pada dirinya sendiri, yang tentunya akan menentukan hubungan apa yang sebenarnya Rin dan Isagi ini tengah jalani.
“Untuk sekarang, gua pacaran sama Isagi aja gak mungkin, apa lagi nikah di masa depan? Bahkan sampai sekarang dia belum suka juga sama gua.”
Tapi nyatanya begitu jawaban yang ia dengar dan keluar langsung dari mulut Rin. Jawaban yang sebenarnya wajar, tapi entah mengapa bukan jawaban yang ingin ia dengar.
Isagi tersenyum getir, dadanya bahkan ikut sesak karena ia tidak mengerti mengapa mendengar hal tersebut membuatnya bisa sekecewa ini?
“Betul, haha. Tugas kita di sini cuma ngembaliin mereka. Jadi setelah mereka kembali ke masa depan, kita yang di masa kini akan hidup seperti biasanya dan gue pun yakin kita gak akan berakhir nikah,”
Lalu atas dasar kekecewaan yang tak dimengerti itu Isagi melepaskan semuanya lewat kata-kata yang entah mengapa tak bisa berhenti untuk ia utarakan, membuat suasana mendadak canggung hingga para teman dan anaknya terdiam.
Tak lagi ada gelak tawa bahkan raut wajah gembira.
“Karena gue kayaknya juga tahu kalau pasti kedatangan mereka bertiga ke masa lalu ini semata-mata mau mencegah gue dan Rin untuk gak saling jatuh cinta dari sekarang sebelum kita akhirnya mutusin buat nikah. Oleh karena itu, gue bakal ubah takdir di masa depan, dengan gue cari orang lain kecuali Rin, seperti yang gue bilang waktu itu.”
Mereka semua tersentak secara bersamaan begitu mendengarnya, apa lagi Mikoto dan Minato yang langsung terdiam kaku di tempat. Chigiri yang menyadari itu ingin segera menghentikan Isagi untuk berbicara aneh-aneh, menganggap semua ini bercanda dan ingin segera suasana kembali dicairkan oleh tawa mereka.
“Setelah mereka kembali ke masa depan? Logika apaan kayak gitu?”
Tetapi pertanyaan Karasu sudah terucap lebih dulu yang justru kembali memperkeruh suasana. Kini bahkan benar-benar tak ada lagi nada canda atau santai yang keluar dari mulutnya, melainkan nada serius yang menahan amarah.
“Gimana bisa mereka ada di masa depan kalau lu berdua aja gak nikah?” Karasu terkekeh miris, “Itu sama aja dengan secara gak langsung lu berniat untuk menghilangkan keberadaan mereka juga di masa depan.”
Begitu kalimat tersebut Isagi dengar, pandangannya sontak langsung tertuju kepada tiga anaknya yang kini menatap Isagi dengan bingung, sedih, dan juga takut. Oh, tidak. Kini ia merasa seperti tenggorokannya tercekat bahkan matanya mulai memanas tanpa bisa ia tahan lagi.
“Haha? Isagi pasti bercanda gak, sih? Gak mungkin lu mikir gitu, kan, Sa?” Bachira langsung mencoba mencuri perhatian kala kecanggungan menyelimuti mereka semua.
Ya. Harusnya Isagi tidak berkata seperti itu, harusnya Isagi bahkan juga tidak berpikir seperti itu. Tapi semua itu sudah terlambat karena ia telah mengutarakannya, pada teman-temannya, anaknya, bahkan Rin yang kini ikut menatapnya penuh tanda tanya.
Ah. Isagi ingin pergi dari sini.
“Gu-gue mau beli jajan lagi.”
“Mau beli apa? Biar gua aja-”
“Gak perlu.” Isagi menolak tawaran Rin dengan cepat, “Ayo, Gakuto.”
Lalu untuk mengakhiri pembicaraan dan juga lari menghindari situasi kali ini, Isagi menarik Gakuto pergi tiba-tiba. Meninggalkan mereka semua yang juga masih dalam keadaan bingung apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Untuk mempercepat jalannya Isagi bahkan menggendong Gakuto seperti yang tadi Rin lakukan, seberusaha mungkin ia berjalan, atau berlari, diharapkan segera menjauh dan tak dapat lagi dihampiri.
“Yayah ... Yayah nangis?”
Isagi menatap Gakuto yang kini ikut menatapnya khawatir, tapi ia tetap membalasnya dengan senyuman terbaik yang ia mampu kali ini.
“Engga, sayang. Yayah kelilipan.”
Sebab karena raganya yang sejak tadi sibuk berlari, Isagi sampai tidak menyadari bahwa air matanya sudah ikut jatuh sedari tadi. []
© 2024, roketmu.