[🌸] Sang Enigma

Malam itu akhirnya benar-benar datang.

Malam ketika Isagi akhirnya akan ‘tidur’ bersama alpha cantik yang telah memikat hatinya pada pandangan pertama. Walau memang berawal dari taruhan dan sekadar pembuktian, tapi Isagi akui ia juga sangat bersemangat dan menantikan saat ini tiba.

Begitu pintu kamar hotelnya diketuk, saat itu juga feromon Isagi keluar tanpa bisa ia kontrol lagi. Ia berlari ke arah pintu untuk membukanya, dan sosok Itoshi Rin yang datang walau hanya dengan setelan kasual telah mampu menaikkan gairah seorang Isagi Yoichi.

“Hai, Rin.” sapa Isagi dengan senyuman tipis.

“Hai.”

Duh, semakin dingin sifatnya, semakin mau gue telanjangin sekarang juga. pikir Isagi cabul.

Rin masuk perlahan dan meletakkan tasnya di atas nakas. Ia sempat melihat-lihat ke sekeliling ruangan sebelum akhirnya mengeluarkan beberapa barang penting yang membuat darah Isagi berdesir hebat.

“Gue juga bawa pelumas dan pengaman kok, kan udah gue bilang semua persiapan ada di gue,”

Rin mengangkat bahunya singkat, “Jaga-jaga kalau kurang.”

Isagi menahan napas setiap kali mata mereka bertatapan. Bagaimana mata indah hijau toska itu melirik, bulu mata bawahnya yang begitu lentik, membuat ia ikut membayangkan bahwa sebentar lagi bulu mata tersebut akan basah kala ia membuat si cantik menangis akibat kenikmatan yang ia berikan untuknya.

Ah, Isagi sudah tidak tahan.

Ketika Rin berusaha untuk melepas hoodienya, pelukan Isagi dari belakang membuat sang empu terdiam sejenak. Belum sempat Rin bertanya, tapi sesuatu yang keras sudah menekan paha belakangnya dan membuat ia langsung mengerti.

“Rin, gue udah gak bisa nunggu lagi.”

Isagi menarik tubuh Rin dan menyebabkan alpha tinggi itu berbaring lebih dulu di atas ranjang. Dengan feromon yang sudah keluar tidak karuan, Isagi merangkak mendekati Rin dan langsung mencium bibirnya.

Tidak ada tanda perlawanan sama sekali dari Rin yang berarti ia pun menyetujui permainan mereka untuk dimulai. Awalnya hanya ciuman biasa, tapi ketika Rin membuka mulutnya, ciuman yang diberikan Isagi lebih menuntut dan tergesa-gesa.

Bahkan tangan Isagi tidak tinggal diam untuk meraba-raba apa yang ada di balik kaus tipis yang dikenakan oleh Rin. Diam-diam Isagi merasa sedikit kesal begitu merasakan bentuk tubuh Rin yang memang lebih besar darinya ini ternyata juga lebih bagus darinya.

Olah raga jenis apa yang lo lakuin buat dapet tubuh sebagus ini, sih? pikir Isagi bertanya-tanya.

Karena Rin tetap diam dan membiarkan Isagi melakukan semuanya, ciuman yang tadi terlepas sesaat pun berganti menjadi hisapan dan kecupan singkat yang Isagi berikan di sekitar leher Rin.

“Feromon lo boleh juga buat alpha secantik lo ini,” ujar Isagi di sela-sela ia mencium dan menjilati leher si Itoshi bungsu.

Rin mendengus tipis, “Thanks, gua cuma ngeluarin sedikit.”

Lagi, ketika Rin bersuara dengan nada rendahnya yang menggoda, semakin pula Isagi tak bisa membendung nafsunya. Area bawahnya yang begitu sesak dan keras meminta untuk dikeluarkan dari sangkarnya detik ini juga.

Shit. Wait a second.”

Isagi bangkit sebentar untuk merampas pengaman yang tadi Rin letakkan di atas nakas mereka, dan dengan tergesa-gesa ia membuka lalu memakaikannya pada miliknya.

Isagi sungguh tidak sabar, harusnya masih ada beberapa foreplay lagi untuk peregangan, tapi ia harap Rin sudah melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum ia datang ke hotel ini.

Namun, begitu Isagi bersiap untuk kembali menyerang Rin, ia tertegun melihat alpha cantik itu kini juga melakukan hal yang sama dengannya—memakai pengaman yang padahal sama sekali tidak diperlukan.

“Rin? Lo gak perlu pake juga kok, gue bersedia kotor bahkan sampai lo pi-“

Belum sempat ucapan itu terselesaikan, tubuh Isagi yang sedang linglung langsung direbahkan oleh Rin dalam satu kedipan mata. Isagi makin dibuat bingung begitu Rin kini melepas pengaman milik Isagi yang membuat sang empu meringis akibat gesekannya.

“Oh? Lo ternyata sukanya kalo gue yang gak pake pengaman? Heh, lo agresif juga, Rin.” Isagi berucap rendah disusul oleh seringai tipisnya.

Rin tidak menjawab sama sekali tetapi tangannya tetap sibuk bergerak membawa kedua tangan Isagi untuk ia letakkan tepat di atas kepala sang alpha bermata safir itu.

Eh? Tunggu.

Isagi bergelut dengan pertanyaan dalam pikirannya sendiri, sementara Rin sudah ikut naik ke atas ranjang dan kini mengukung Isagi yang tepat berada di bawahnya—dengan kedua tangan Isagi yang masih ia tahan di atas kepala sang alpha kecil.

Hingga ketika jeans dan celana dalamnya yang masih menggantung di paha Isagi mulai ditarik oleh Rin, saat itu juga Isagi merasa bahwa ada yang salah dari ini semua.

Wait, Rin, kayaknya lo salah paham, gue udah bilang sama lo kalo gue alpha top, kan? Gue dominan!”

Isagi berusaha melepaskan diri, tapi sialnya satu tangan Rin yang tiba-tiba menjadi kuat ini masih menahan kedua tangannya hingga tak mampu berkutik sama sekali. Bahkan ketika bagian bawah Isagi sukses polos pun ia masih belum bisa melawan tenaga yang sekuat iblis ini.

“Rin! Bentar, ini salah! Gue-”

“Gue yang harusnya di atas,” potong Rin cepat, “itu yang mau lo bilang, kan?”

Isagi mulai panik karena ia masih belum bisa juga melawan kekuatan satu tangan Rin di atas kepalanya. Apa lagi ditambah dengan atmosfer yang entah mengapa langsung berubah dalam sekejap, membuat Isagi merasa sangat kecil, terintimidasi, dan terkurung oleh Rin dan juga besarnya feromon yang keluar dari tubuhnya—menelan habis feromon Isagi yang seperti tidak ada apa-apanya.

“Lepas, Rin! Lo yang di bawah! Gue yang di atas!”

“Di atas?” Rin kini tersenyum sarkas, “Lo yakin?”

Sekujur tubuh Isagi lantas dibuat merinding begitu ucapan tersebut keluar bersamaan dengan Rin yang mulai menciumi leher Isagi dengan tangan besarnya yang juga ikut mengelus area pinggul telanjang Isagi perlahan.

“Maksud lo?” Napas Isagi bahkan ikut tertahan akibat sensasi menggelitik yang diberikan oleh usapan tangan Rin yang kini merembet ke arah paha miliknya, “Rin! Lepas! Ini salah! Gue alpha, bangsat! Gue alpha dominan!”

“Gua tau, gua juga bisa lihat,” Rin kembali melirik ke mata Isagi yang kini menatapnya nyalang, “tapi karena lo berniat tidur sama gua, lo harus ikut aturan main gua juga.”

Isagi menggeleng cepat, “Gak! Gak! Gak bisa! Gue gak mau! Lepasin gue, Rin!”

Isagi kembali memberontak walau semua hanya sia-sia, membuat Rin mau tak mau menangkup wajah sang alpha yang lebih kecil dengan satu tangan agar mereka kembali bertatapan.

“Lo pikir gua gak tau niat lo tidur sama gua karena tantangan itu? Karena gua alpha cantik yang masih jomblo?”

Berontakan Isagi langsung terhenti begitu mendengarnya. Sial, ternyata Rin sudah tahu niat busuknya dari awal. Apakah hal ini yang tadi ingin Chigiri dan Bachira katakan padanya? Kalau memang iya, Isagi tahu pasti hal buruk akan terjadi jika ia tidak segera minta maaf dan kabur dari sini.

Tetapi belum sempat Isagi mengeluarkan satu patah kata pun untuk membantah, Rin sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya.

“Padahal asal lo tau,” tangan yang Rin gunakan untuk menangkup wajah Isagi kini ia gunakan untuk mengusap pipi sang alpha kecil, “lo yang paling cantik, Isagi.”

Saat itu juga wajah Isagi berubah menjadi merah padam dalam seketika. Usapan telapak tangan Rin yang dingin di atas pipinya yang hangat menimbulkan gemericik sensasi menyenangkan yang tidak disangka-sangka.

Bahkan senyuman yang juga ikut muncul di wajah Rin ikut menghangatkan hati Isagi, seakan menjadi remot kontrol tubuhnya untuk berhenti memberontak dan hanya ikut terbuai oleh tiap sentuhan yang diberikan oleh pemuda di atasnya.

“Lo paling cantik di antara para alpha, di antara para beta, juga di antara para omega. Lo paling cantik di antara semua manusia. Isagi Yoichi, lo yang paling cantik, Sa.”

Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, seorang Isagi Yoichi benar-benar telah hilang kendali atas dirinya sendiri.


Entah bagaimana bisa seperti ini, Isagi juga tidak tahu. Semua berlalu begitu cepat. Rin sudah berhasil menguasai penuh dirinya, mendominasi dirinya yang sudah kalah telak dan hanya bisa pasrah melebarkan kaki untuk menerima setiap hentakannya.

Tetapi ciuman Rin yang memabukkan, sentuhan Rin yang memanjakan, dan bisikan kata-kata manis Rin yang menghangatkan hati, membuat Isagi juga tidak bisa mengelak—bahwa apa yang Rin lakukan telah membawanya pada kenikmatan yang belum pernah selama ini Isagi rasakan.

“Isagi...”

Ditambah dengan suara rendah Rin ketika memanggil nama Isagi di sela-sela erangannya, peluhnya yang kadang menetes kala ia bergerak menghentakkan pinggulnya, dan bagaimana helaian poni yang selalu berusaha ia singkirkan ke atas hanya agar dapat bertatapan kembali dengan Isagi di bawahnya.

Semua yang dilakukan Rin hanya membuat Isagi dimabuk kepayang dan tidak lagi dapat berpikir tentang hal lain kecuali fakta bahwa ia sedang bercinta dengan seseorang yang sangat seksi dan tampan bernama Itoshi Rin.

Isagi benar-benar ditelan habis oleh Rin dan juga feromon kuat yang menyelimuti mereka berdua. Entah Isagi juga sudah tidak tahu berapa kali ia mendesah dan meraung-raung menyebut nama Rin kala ia mencapai klimaksnya.

Tetapi kali ini ketika Rin ingin mencapai puncak kenikmatannya, dengan sempat ia mencabut pengaman yang membungkus miliknya terlebih dahulu dan menyebabkan ia keluar di dalam diri Isagi. Menembakkan begitu banyak benih dan mengisi penuh sang alpha kecil yang hanya kembali pasrah menerima semuanya.

Sampai di saat-saat kesadaran Isagi mulai hilang, dan di sela-sela Rin berusaha memastikan benihnya tidak ada yang terbuang, Rin menggunakan kesempatan itu untuk kembali berbisik rendah tepat di telinga si tersayang.

“Dan satu lagi yang perlu lo tau, lo salah.”

“Hah...?” Isagi bergumam lemah, tapi tetap menunggu Rin untuk menjawab rasa penasarannya.

“Gua bukan alpha,” Rin mengecup singkat bibir Isagi sebelum menunjukkan seringai tipisnya, “tapi enigma.”

Saat mendengar itu Isagi mendesah kuat, bukan hanya karena tubuhnya yang mengejang ketika ia kembali mencapai puncaknya, melainkan juga karena gigitan kuat Rin di tengkuknya yang meninggalkan bekas tak akan pernah hilang sebagai tanda bukti bahwa ia menjadi pasangan sang Itoshi bungsu—selamanya.

Akhirnya Rin mencabut miliknya dari Isagi dan ambruk tepat di samping pemuda bermata safir tersebut. Belum sempat Isagi bereaksi apa pun, kini ia sudah kembali merasakan sentuhan lembut dari Rin ketika memeluknya dari belakang sambil mengusap-usap perutnya perlahan.

“Gua bakal tanggung jawab penuh sama apa yang akan terjadi nanti,” Rin kini mengecup kening Isagi dengan sayang sebelum kembali mengeratkan pelukannya, “Sleep well, my omega.”

Sebelum kesadarannya benar-benar hilang oleh rasa penat dan juga kantuk, Isagi masih bisa menyadari akan satu hal soal ucapan Rin tentang dirinya sejak tadi.

Isagi salah karena telah mencoba mempermainkan Rin. Isagi salah karena telah menganggap Rin sebagai alpha biasa. Isagi salah karena telah terperangkap dalam jebakan yang ia buat sendiri dengan Rin sebagai pemenangnya.

Hingga semua hal itu membawa Isagi akhirnya bertemu pada satu kesimpulan bahwa ia tidak hanya salah, tetapi sialnya ia juga telah bermain-main dengan orang yang salah.

Dan orang itu ialah Itoshi Rin—sang enigma. []

© 2023, roketmu.