[🦋] Pantas

Semua sadar tentang apa yang sedang terjadi dengan Kageyama dan Hinata. Mereka adalah dua laki-laki yang mempunyai hubungan dekat soal olahraga voli mau pun soal percintaan. Mereka saling mencintai, oleh karena itu mereka berpacaran. Satu sekolah hampir mengetahui rahasia itu. 

Awalnya memang tidak aneh, sebelum berita yang tersebar adalah bagaimana Kageyama Tobio selalu diskors akibat kekerasan yang dilakukan olehnya. Tak segan-segan Kageyama memukuli siswa mau pun siswi hingga harus dilarikan ke rumah sakit hanya karena seorang Hinata Shouyou, kekasihnya. 

Yamaguchi Tadashi adalah salah satu siswa yang menyadari dan juga sering memerhatikan perkembangan mereka berdua. Kini ia melihat bagaimana Hinata dengan riangnya datang ke kelas untuk menghampiri Kageyama, untuk apa lagi kalau bukan berpacaran di atap atau di depan kelas.

Ia menghela napasnya, “Aku kasihan pada Hinata, ia pantas mendapatkan yang jauh lebih baik daripada Kageyama.”

“Kau contohnya?” selidik Tsukishima yang baru muncul dengan minuman kaleng di tangannya.

“B-bukan! Tentu saja bukan!” Yamaguchi menggeleng, “Aku tidak tertarik pada Hinata, tetapi yang lain.”

Tsukishima mengikuti arah pandang Yamaguchi pada gadis berambut pirang diketahui bernama Yachi Hitoka, anak baru dari kelas sebelah. Ia menyeringai tipis, tetapi sekarang bukan saat yang tepat untuk menjahilinya, topik tentang Kageyama dan Hinata lebih menarik untuk dibahas.

“Memang apa yang membuatmu berpikir si Pendek itu pantas mendapatkan yang lebih baik?” 

“Aku takut jika Kageyama akan melukai Hinata pada akhirnya. Aku sudah memantau hubungan mereka sejak awal, terhitung lebih dari tiga kali Kageyama diskors dan lima orang terluka karenanya. Entah harus masuk rumah sakit atau absen di kelas selama beberapa hari. Itu semua dia lakukan karena cemburu pada seseorang yang mendekati Hinata!” Yamaguchi merinding ketika mengingat segala kekerasan yang dilakukan Kageyama selama ini, “Kalau bukan karena anak orang kaya, ia pasti sudah dikeluarkan sejak lama!”

Tsukishima mengangguk, lalu melirik Yamaguchi, “Menurutmu, apa yang membuat Kageyama melakukan hal itu?”

Pertanyaan Tsukishima membuat Yamaguchi terdiam sejenak. Satu kata yang terlintas di benaknya hanyalah obsesi. Bukan cinta namanya jika terlalu posesif dan juga kasar hanya karena cemburu. Pasti selama ini Hinata merasa terkekang. Atau sebenarnya Hinata memang ingin melepaskan diri tetapi terlalu takut dengan apa yang akan Kageyama lakukan padanya?

“Karena Kageyama seperti psikopat. Pokoknya tidak pantas.” akhirnya jawaban inilah yang keluar dari mulut Yamaguchi.

Tetapi Tsukishima justru tertawa meremehkan, “Jika si Raja itu psikopat, bagaimana bisa Hinata tetap terlihat baik-baik saja sampai sekarang?”

“Mungkin Hinata sedang meminta pertolongan! Aku yakin Hinata sangat tertekan selama ini!”

“Kau yakin? Lalu apa yang sedang mereka lakukan sekarang?”

Kini Yamaguchi yang mengikuti arah pandang Tsukishima. Di dekat jendela koridor sekolah, Kageyama dan Hinata berdiri dengan senyum malu-malu di wajah keduanya. Terlihat Hinata yang lebih aktif untuk menggoda Kageyama, karena laki-laki itu kini mencubit pipi kekasihnya gemas. Benar-benar terlihat seperti pasangan normal pada umumnya.

“Mereka bermesraan.”

“Mereka selalu bersama. Di aula voli, koridor, kantin, bahkan jalan pulang ke rumah, keduanya memasang wajah yang sama setiap harinya.” Tsukishima kini memandang serius, “Aku juga sama sepertimu, sering memerhatikan mereka untuk melihat adanya sinyal aneh yang ditunjukkan, tetapi yang kudapatkan hanya kemesraan memuakkan ini.”

Yamaguchi menggigit kukunya ragu, “Jadi mereka benar-benar saling mencintai? Tetapi bagaimana dengan orang yang mau mendekati Hinata? Mereka pasti akan menjadi calon korban Kageyama selanjutnya.”

“Mungkin kau benar, seperti gadis itu contohnya.”

Yamaguchi menatap gadis yang dimaksud Tsukishima. Gadis yang sekarang tengah malu-malu mengajak Hinata berbicara di depan kelas. Gadis dengan rambut pirang pendek nan lugu yang selama ini telah menarik perhatiannya. Gadis bernama Yachi Hitoka.

“Tidak.” Yamaguchi menatap Tsukishima panik, “Aku harus menyelamatkannya.”


Harusnya malam ini Yamaguchi sudah pulang bersama Tsukishima setelah selesai latihan. Tetapi ada hal yang harus diprioritaskan, yaitu keselamatan Yachi si anak baru yang tentu belum banyak mengetahui tentang mereka berdua. Rencana pertama Yamaguchi adalah menyelidiki keadaan keduanya terlebih dahulu.

“Kau menungguku?” suara Kageyama terdengar di parkiran sepeda sekolah, sementara Yamaguchi bersembunyi di balik pepohonan tak jauh dari sana.

Hinata mengangguk lalu berjinjit untuk mencium bibir Kageyama, “Kau lambat.”

“Maaf. Mau pulang sekarang? Atau ke rumahku?”

Kageyama membawa Hinata ke pelukannya, sesekali mencium pucuk kepala jingga itu. Hinata juga terlihat mengeratkan pelukannya, saling menyalurkan kehangatan. Bahkan Yamaguchi yang melihat itu semua ikut terbawa suasana. Mereka memang sangat manis jika melupakan fakta bahwa Kageyama seperti psikopat.

“Apa yang akan kau lakukan padaku ketika di rumah?” Hinata bertanya dengan suara menggoda. 

Sementara Kageyama menggigit pelan helaian rambut Hinata, “Seperti yang ada di bayanganmu sekarang ini, Boke.”

“Apa itu maksudnya?” bisik Yamaguchi tidak mengerti.

Hinata terkekeh sebentar, tetapi kemudian ia mengangkat kepalanya untuk menatap Kageyama lebih lekat. “Kageyama ... apa kau kenal Yachi Hitoka?”

Ketika nama itu disebut, bulu kuduk Yamaguchi seketika berdiri. Ia segera menajamkan pendengarannya pada topik penting kali ini.

“Siapa?” Kageyama mengerutkan dahinya, “Kenapa menanyakan hal itu tiba-tiba?”

Terlihat wajah Hinata melunak, “Tidak apa, sepertinya dia belum berani. Haha.” ia kembali memeluk Kageyama erat, “Ia mengatakan padaku rencananya yang ingin menjadi manajer baru. Besok aku akan bicara lebih banyak bersamanya.”

“Oh, tidak …”

Yamaguchi menutup mulutnya. Hinata mungkin tidak menyadari perubahan wajah Kageyama sekarang. Benar juga faktanya bahwa Hinata adalah laki-laki polos, mungkin Yachi memang ingin menjadi manajer klub voli sungguhan, tetapi ia tidak menyadari bahwa Yachi juga ingin mendekatinya.

“Ah, begitu.” Kageyama mencubit pelan hidung mungil Hinata, “Perlu kutemani?”

Hinata menggeleng, “Tidak perlu, ada hal yang harus aku urus sendiri. Ayo, pulang!” 

“Ayo. Tapi tunggu, aku mendengar ada sesuatu yang aneh di sekitar sini.”

“Berasal dari mana?” 

“Pohon.”

Tubuh Yamaguchi lantas membeku. Sebisa mungkin ia mengusahakan untuk tidak kembali menghasilkan suara, karena sekarang Kageyama seakan tahu keberadaannya.

“Jangan menakutiku! Ayo!” 

Beruntung Hinata sudah lebih dulu menarik sepedanya menjauh. Mau tak mau pandangan Kageyama juga mengikuti ke mana Hinata pergi. Yamaguchi bisa menghela napasnya dengan tenang setelahnya. Selain karena ia berhasil menyelidiki mereka dengan selamat, ia juga tahu rencana selanjutnya yang akan ia lakukan besok.


“Pagi ini aku melihat Yachi membawa surat dan juga cokelat.”

Ucapan Tsukishima tadi pagi membuat tekad Yamaguchi semakin bulat. Sudah pasti hal yang ingin dibicarakan Yachi bersama Hinata tentang pernyataan cintanya. Maka dari itu rencana selanjutnya adalah menjauhi Kageyama dari mereka berdua sebisa mungkin.

“Siapa pun yang bersedia pergi membeli keperluan kelas yang rusak hari ini akan menambahkan nilai tambahan beserta siapa yang ia ajak. Kalian yang bersedia pun juga mendapatkan hak untuk memilih siapa pun untuk diajak.”

Mungkin Tuhan juga berpihak pada Yamaguchi saat ini. Salah satu hal yang ia syukuri sekarang adalah fakta bahwa Kageyama satu kelas dengannya. Tanpa pikir panjang lagi Yamaguchi mengacungkan tangan, ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini. 

“Saya bersedia, Pak!”

Tsukishima menatapnya dengan sedikit terkejut. Pak guru di depan sana juga begitu, karena Yamaguchi yang tiba-tiba memilih untuk aktif adalah hal yang sangat jarang terjadi. 

“Baik, lalu siapa orang yang ingin kau ajak?”

Yamaguchi menatap Kageyama yang terlihat tidak tertarik dengan hal ini, “Kageyama Tobio, Pak.”

Kini bukan Tsukishima saja yang terkejut, melainkan satu kelas memandangnya khawatir. Bagaimana tidak? Kageyama adalah pilihan terakhir yang pasti ada di benak mereka. Bahkan Kageyama yang biasa berekspresi datar juga sedikit mengerutkan dahinya tidak terima.

“Baik. Sudah diputuskan dan tidak boleh ada penolakan. Sekarang kembali fokus pada buku kalian halaman 27.”

Ketika Yamaguchi menurunkan tangannya, bisa ia rasakan hawa menyeramkan di belakang sana tengah mengintimidasinya. Tsukishima yang mengerti pun hanya bisa memandangnya dengan pandangan yang sulit dimengerti. 

Waktu bahkan terasa sangat cepat berlalu, kini bel pulang sekolah telah berbunyi. Setelah membereskan isi tas, Yamaguchi dengan sedikit gemetar membalik tubuhnya untuk menghampiri laki-laki itu di sana.

“Kenapa kau memilihku?”

Tapi Kageyama sudah lebih awal mendahuluinya. Yamaguchi menelan salivanya gugup, ia tidak pernah membayangkan akan bersama dengan Kageyama sungguhan. Dengan segenap keberanian yang ia kumpulkan, Yamaguchi menatap netra biru laut itu tegas.

“Hanya ingin berinteraksi denganmu, apakah tidak boleh?”

Kageyama mendecih, “Bukannya kau takut padaku? Aku sering mendapati dirimu memerhatikan kami.”

“T-tidak, aku hanya bingung bagaimana cara mengajakmu berbicara, kau terlihat sangat tertutup.” Yamaguchi ingin mati saja rasanya, “Bisa kita pergi sekarang? Aku takut tokonya sudah tutup.”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Kageyama menurutinya. Sepanjang perjalanan Yamaguchi berusaha menenangkan dirinya dengan fakta bahwa Yachi sekarang bisa baik-baik saja walau mungkin hatinya tidak karena sudah pasti Hinata menolaknya. 

Mereka tidak banyak bicara di toko, tetapi tidak seperti yang ia bayangkan, nyatanya Kageyama cukup menurut untuk diminta pertolongan. Melupakan kekerasan yang dilakukan olehnya, sekali lagi Yamaguchi dapat melihat ia seperti anak remaja polos pada umumnya.

“Yamaguchi, apa kau menyukai Hinata?”   Tetapi tiba-tiba ia bertanya seperti itu yang membuat tubuh Yamaguchi mendadak tegap, “Tentu saja tidak, kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Mungkin saja kau menghampiriku karena kau ingin tahu lebih banyak tentangnya.” 

Ah, Yamaguchi sadar, Kageyama Tobio memang bukan tipe yang berpikir panjang untuk mengatakan dan melakukan sesuatu.

“Kau ini mudah cemburu, ya?” Entahlah, tiba-tiba rasa takut Yamaguchi meluap begitu saja karena ia pikir Kageyama tidak terlalu menakutkan untuknya. “Hanya karena orang itu mendekati Hinata, bukan berarti ia ingin memilikinya.”

“Tapi aku merasa sangat terganggu, kau tahu Hinata adalah tipe yang bisa berteman pada semua orang. Bukanlah hal aneh jika dia bisa jatuh hati juga pada orang lain.”

“Tapi kau juga tidak bisa menyalahkan orang lain yang membuat Hinata-”

“Hinata milikku.” klaim Kageyama tegas, penuh penekanan.

Yamaguchi mengerti, ia pun menepuk pundak Kageyama pelan, “Baiklah. Aku tidak mengerti bagaimana perasaanmu padanya, tetapi jika kau ingin Hinata juga merasa aman dan nyaman berada dekatmu, kau bisa mengurangi kekerasan itu. Cemburu boleh, tapi jangan sampai merugikan orang lain, Kageyama.”

Kageyama menyeringai, “Memangnya kau tahu apa yang bisa membuat Hinata lebih nyaman?”

“Aku? Tidak juga.”

Karena ketika Kageyama bertanya seperti itu, Yamaguchi sudah kalah telak. Ia benar-benar tidak tahu ingin membalas apa. Akhirnya ia memilih untuk tak mengungkit topik tersebut. Mereka berbelanja dengan tenang, tetapi sebelum berpisah di depan toko, Kageyama kembali membuka suaranya.

“Hinata itu sama sepertiku. Kalian yang sering memerhatikan tidak perlu khawatir,” pemuda itu menunjukkan ponselnya yang berisikan puluhan pesan dari kontak bernama 'Boke' dengan emoji hati, “dia bahkan melebihiku, kau tahu?” 

“Baiklah. Kalau begitu kalian pantas.” finalnya.

Yamaguchi berpisah dengan Kageyama di persimpangan jalan. Ketika ia rasa lelaki beraroma splash marine itu telah menjauh, Yamaguchi baru bisa menghela napasnya lega. Tubuhnya tidak lelah, melainkan batinnya. 

Tapi lelahnya tidak akan menjadi sia-sia karena pasti akan membuahkan hasil. Pulang sampai ke rumah, Yamaguchi langsung merebahkan dirinya di kasur tanpa membuka ponsel lagi. Ia memilih menuruti kantuknya untuk memejamkan mata, menuju alam bawah sadarnya.


Kalau bukan karena kesiangan, Yamaguchi pasti tidak akan terlambat. Dengan tergesa-gesa ia menggapai pintu kelas, yang sialnya guru sudah hadir lebih cepat di sana. Tapi kini keberuntungan kembali berpihak pada Yamaguchi, ia diperbolehkan duduk begitu ia masuk.

Yamaguchi duduk lalu berbisik pada Tsukishima di sampingnya, “Sial sekali hari ini aku kesiangan, tetapi kenapa pelajaran dimulai lebih cepat dari biasanya?”

“Karena ada pengumuman.” jawab Tsukishima.

Yamaguchi menjeda napas terengah-engahnya sebentar untuk menatap ke seluruh siswa di kelas, di mana wajah mereka terlihat takut dan juga terkejut.

“Oleh karena itu, besok pihak sekolah akan mengadakan penggalangan dana untuk kesembuhan Yachi Hitoka. Saat ini keadaannya masih kritis, jika kalian mau menjenguknya mungkin kalian tidak bisa bertemu langsung dan-”

Yamaguchi memucat. Tangannya menjadi dingin. Suara-suara di sekitarnya mendadak tidak jelas dan ikut memusingkan. Tetapi matanya menatap tajam ke arah Kageyama Tobio di belakang sana, seakan ingin mengulitinya hidup-hidup.

Yamaguchi bersiap mengangkat tangannya untuk melapor sebelum Tsukishima menahannya. Ia menatap lelaki bersurai pirang yang sekarang menggeleng tegas. 

“Apa yang kau lakukan, Tsuki!?” 

“Kau tidak membaca pesanku!”

Bahkan sekarang ia juga lupa untuk membawa ponselnya, “Dia pasti pelakunya, padahal kemarin aku sudah-”

“Yamaguchi.” Tsukishima menggenggam tangannya lebih erat, “aku akan membicarakannya pulang sekolah setelah kau bisa meredakan emosimu.”

Kini waktu pulang terasa sangat lambat. Selama kelas berlangsung Yamaguchi tidak fokus sama sekali. Di dalam kepalanya ia selalu bertanya-tanya, di mana letak kesalahan dari rencana yang sudah matang-matang ia persiapkan? Tsukishima menceritakannya sedikit bahwa kemarin sore Yachi ditemukan tergeletak di lapangan sekolah dengan posisi kaki dan tangan patah mengenaskan. Bukankah sore itu Kageyama bersama dengannya?

Menunggu kelas mulai sepi hingga Kageyama benar-benar keluar dari kelas, saat itulah Tsukishima dan Yamaguchi memulai pembicaraan sensitif mereka. Bahkan tak segan-segan Yamaguchi memulainya dengan membanting tas ke lantai, meluapkan amarahnya yang sudah tak dapat ditahan lagi.

“Aku sangat bodoh! Aku meremehkan Kageyama yang pasti mempunyai seribu cara untuk melukai siapa pun yang mendekati Hinata!”

“Yama-”

“Benar, Tsuki! Dia anak orang kaya, tidak heran dia tidak dikeluarkan dari sekolah ini karena pasti dia membungkam mulut pemilik sekolah dengan uangnya! Bahkan aku yakin dia juga menyuruh orang lain saat dia tidak bisa melukai Yachi secara langsung! Apalagi penggalangan dana-”

“Yamaguchi! Diamlah!”

Yamaguchi menatap Tsukishima marah, “Bagaimana bisa aku diam, Tsuki?! Sudah banyak korban yang berjatuhan dan aku hanya perlu diam? Aku harus memberitahu Hinata untuk segera menjauh dari-”

“TADASHI!”

Bentakan Tsukishima yang memakai nama panggilannya membuat Yamaguchi bungkam detik itu juga. Tatapan sahabat sejak kecilnya ini juga terlihat sangat serius, kalau sudah seperti ini ia tidak bisa melawan, Yamaguchi pun memberikan bagian Tsukishima untuk berbicara.

“Kau tahu? Kau tidak akan bisa memisahkan mereka berdua sama sekali. Mereka gila. Pantas saja mereka sangat mencintai satu sama lain dengan cara masing-masing.”

Yamaguchi mendelik, “Dengan kekerasan? Posesif? Gila? Apa itu pantas disebut cinta?”

“Tentu tidak bagi kita, tetapi iya bagi keduanya.”

“Aku tidak percaya. Aku harus segera melaporkannya kepada polisi, ini sudah keter-”

“Kau tahu alasan sebenarnya Yachi bisa masuk ke rumah sakit?” potong Tsukishima cepat.

Yamaguchi mendelik, “Seperti yang sudah kukatakan, pasti Kageyama-”

“Kemarin siang aku melihat Yachi memberikan surat dan cokelat itu pada Kageyama.” 

“Apa?”

“Ia mendekati Hinata untuk mengetahui lebih jauh tentang Kageyama. Ia menyukai si Raja bodoh itu.”

Mungkin saja kau menghampiriku karena kau ingin tahu lebih banyak tentangnya.

Tsukishima tersenyum miris, sementara Yamaguchi mendadak lemas. Bahkan tubuhnya tidak sanggup untuk diajak berdiri, perutnya ikut mual hanya karena mendengar fakta tersebut bersama dengan ingatannya tentang apa yang dikatakan Kageyama kemarin.

“Hinata yang mendorong Yachi. Bukan Kageyama.”

“Tidak mungkin …”

Yamaguchi memegang kepalanya yang sangat pusing, sementara Tsukishima terus melanjutkan ucapannya. 

“Sore itu, beruntung aku melihat dan segera melaporkannya pada pihak sekolah. Hinata Shouyou yang selama ini kau ikut khawatiri, ia mendorong Yachi dari lantai dua dengan senyuman puas di wajahnya.” Tsukishima menyeringai, “Jadi, sudah jelas mengapa mereka pantas menjadi pasangan, bukan?”

Jika dilanjutkan mungkin Yamaguchi akan benar-benar mengeluarkan isi perutnya sekarang juga. Tenaganya seperti habis dikuras hanya karena mendengar fakta mengerikan barusan. Ia bahkan menyuruh Tsukishima untuk pulang lebih awal, meninggalkan dirinya yang nanti akan datang untuk menjenguk Yachi di rumah sakit.

Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya selama beberapa menit, Yamaguchi pun kini membalik badannya untuk mengambil tas. Ucapan Kageyama kembali terngiang-ngiang bersamaan dengan pengakuan Tsukishima tadi.

Memangnya kau tahu apa yang bisa membuat Hinata lebih nyaman?

Yamaguchi sudah memantapkan hati ketika menemukan rencana terakhir yang akan ia lakukan kali ini. Karena setelah menjenguk Yachi, Yamaguchi akan segera melapor seluruh perbuatan Hinata ke kantor polisi.

“Maafkan aku, Tsuki. Aku akan menerima resikonya untuk ini semua.”

“Resiko apa, Yamaguchi?”

Aku? Tidak juga.

Jantung Yamaguchi terasa berhenti berdetak saat itu juga. Langkah sepatu yang mendekat dan pintu yang dikunci membuat Yamaguchi reflek menatap ke arah suara, di mana Hinata Shouyou berdiri di sana dengan senyuman ceria yang sekarang terlihat mengerikan di matanya.

“Hinata …”

Hinata itu sama sepertiku. Kalian yang sering memerhatikan tidak perlu khawatir.

“Apa kau sedang tergesa-gesa? Aku ingin membicarakan hal penting denganmu.”

Dia bahkan melebihiku, kau tahu?

“Te-tentang?”

Kini Hinata berdiri di depannya, sambil menunjukkan sebuah benda berlumuran darah yang ia kenali sebagai kacamata milik Tsukishima, sahabat sekaligus saksi penting dalam perbuatan gila yang dilakukan oleh lelaki jingga di hadapannya. 

“Apa sekarang kau yang sedang mendekati Kageyama?”

Baiklah. Kalau begitu kalian pantas.

Dunia Yamaguchi seakan terjungkal saat itu juga. []

© haikyuusou, 2020.