[🌸] Halaman Terakhir
Rin mengambil satu tarikan napas panjang terakhir sebelum dengan berat hati membuka pintu ruangannya, sekaligus menyerah terhadap rencana keputusannya.
Harusnya Rin tidak perlu terkejut lagi dengan hasil yang seperti ini, kan?
Tetapi begitu bungsu Itoshi itu membuka pintu, ia tak sengaja berpapasan dengan Isagi yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Kedua mata mereka pun bertemu untuk kali pertamanya pada hari ini.
Mata dengan warna sebiru laut dalam yang selalu ia dambakan. Mata dengan pancaran penuh ketulusan dan kasih sayang yang juga selalu ia rindukan. Juga mata dengan sejuta memori sebagai saksi kisah mereka yang ia harap tak akan dilupakan.
Isagi terlihat terkejut seperti tertangkap basah, menimbulkan senyum getir terulas di bibir Rin. Nyatanya pemilik mata seindah permata safir itu mungkin hanya tak sengaja berpapasan dengannya dan terpaksa membungkuk untuk memberi sapaan seperti sekarang, bukan berniat menunggunya apalagi memang ingin bertemu dengannya.
“Benar kata kamu, Isagi. Di luar sudah mendung,” tapi Rin juga akan bertindak seolah memang tidak akan terjadi apa-apa di antara mereka, “kalau begitu saya duluan, ya.” agar sang terkasih pun juga bisa berpikir demikian.
Isagi justru tidak membalas ucapannya dan memilih untuk diam. Mungkin lelaki itu tahu jika mengucapkan sepatah katapun walau hanya berbunyi “hati-hati” untuknya, Rin akan menganggap hal itu sebagai secercah harapan yang kembali.
Ah, karena itu Rin harus kembali mengingat bahwa kisahnya dengan Isagi sudah berada di akhir sejak pertama kali kata putus itu diucapkan, persis seperti cetusan Bachira.
Namun, begitu Rin berjalan melangkah pergi untuk meninggalkan Isagi, tarikan kecil pada ujung jas yang ia kenakan membuat gerakannya terhenti seketika.
“Pak Bos,”
Disusul oleh suara lembut yang akhirnya keluar untuk memanggilnya.
“Ya?”
Mungkin bagi orang-orang yang ikut menyaksikan kisah cinta mereka, pertemuan Rin dan Isagi setelah putus adalah bagian dari sekuel singkat atau bahkan cerita sisipan yang tidak menjawab apa-apa.
Tetapi bagi Rin, pertemuan kembali dirinya dengan Isagi tetaplah bagian dari inti kisah cinta mereka berdua yang memang belum berakhir bahagia.
“Kenapa, Isagi?”
Rin memandang sosok di depannya dengan penuh harap, sementara yang ditanya tetap membisu tetapi dengan genggaman pada ujung jas yang kian dipererat.
Karena jika kisahnya diibaratkan sebuah buku dan Rin adalah penulisnya, maka sebelum kisah tersebut mencapai bagian akhir, Rin akan meninggalkan satu halaman kosong terakhir.
“Jangan pergi.”
Halaman yang tidak bisa ia isi sendiri karena ia butuh Isagi untuk menyelesaikannya.
Rin pun tersenyum haru mendengarnya.
Apa kamu masih bersedia untuk mengisi halaman itu, Sa? []
© 2024, roketmu.