[🌸] Di Awal Perang

“Rin!!!”

Rin yang tengah berdiri di depan halte bis lantas melambaikan satu tangannya begitu suara Reo terdengar bersamaan dengan mobil besar nan panjang yang akhirnya kini terparkir di hadapannya.

“Ayo, masuk. Maaf kalau kamu udah nunggu lama.”

Rin menggeleng, “Thanks, santai aja.”

“Ketua kelas kita ini emang gak mau dimanjain banget, Re. Dibilang bakal dijemput di depan rumah, dia malah maunya dijemput di halte bis biar gak nyusahin katanya.” ucap Bachira ketika Rin duduk di sebelahnya pada jok baris kedua.

“Haha, itu juga yang justru aku suka dari Rin.”

Setelah mengangkut Rin sebagai penumpang terakhir, Reo langsung menyuruh supir pribadinya itu untuk segera meluncur ke lokasi utama yang sedang mereka tuju—rumah besar Karasu untuk menghadiri pesta ulang tahunnya.

Malam yang sudah pasti sang empu pesta tunggu-tunggu, tapi malam yang juga sangat diwaspadai oleh Rin saat ini.

“Kira-kira di sana nanti bakal banyak makanan apa aja, ya?” Bachira mulai bertanya-tanya.

Chigiri yang berada di jok baris belakang ikut berpikir, “Udah pasti banyak kayaknya, apa lagi ngundangnya sekelas juga.”

“Oh, nanti aku bakal hadir sebentar aja, ya? Karena ini juga udah malam, aku mau pulang cepet, sekadar ngucapin selamat ke Karasu setelah itu pulang.” timpal Hiori yang berada di sebelahnya.

Bachira terkekeh, “Tenang aja, Ri. Pokoknya nanti gua bakal nemenin lo kalau lo bakal dideketin sama Karasu atau cecunguk yang lain itu.” lalu ia pun menepuk-nepuk bahu Rin di sebelahnya, “lagi pula kita juga punya ketua kelas di sini, udah pasti mereka gak bakal mau macem-macem.”

“Tapi kalian juga harus hati-hati. Jangan terlalu jauh dengan satu sama lain.” timpal Rin dengan senyuman tipis.

“Ayayay, Captain!”


Perjalanan di mobil terasa cepat ketika mereka sudah berkumpul dengan anggota yang lengkap, membicarakan banyak hal, membuat waktu juga jadi terasa singkat karena tiba-tiba saja mereka sudah sampai ke tempat tujuan yang kini terlihat megah nan ramai.

Dipimpin oleh sang Tuan Muda keluarga Mikage, mereka berlima langsung berjalan masuk ke dalam rumah tersebut dengan langkah pertama yaitu mengisi kehadiran pada buku tamu undangan.

Rin merasa situasi mulai tidak terasa nyaman ketika kedatangan mereka disambut dengan beberapa orang yang memandang mereka secara sembunyi-sembunyi. Entah dari anak kelasnya atau orang lain yang tidak Rin kenal sama sekali.

“Yup, udah selesai aku tulis semua. Ayo, langsung masuk aja.” ajak Reo lagi.

Lalu detik ketika mereka benar-benar masuk ke ruangan inti, musik yang tadinya terdengar begitu kencang tiba-tiba dimatikan begitu saja dan membuat suasana mendadak senyap.

“Eh, kenapa ini?!”

“Musiknya kok mati?”

Satu ruangan mulai riuh, tapi itu hanya terjadi sementara karena kini kemunculan satu orang yang paling menonjol sudah menjadi pusat perhatian mereka selanjutnya.

“Lho, gay culun ngapain ada di sini?”

Berdirilah Isagi Yoichi yang tak jauh dari mereka dengan senyuman paling meremehkan di dunia.

Di balik kacamata tebal yang ia kenakan, Rin hanya menatap Isagi datar bahkan tak ada niat membalas, membuat pemuda bersurai biru tua itu mendecak sebal dan akhirnya mulai berjalan mendekat.

“Gue tanya. Gay culun kayak lo ini ngapain ada di sini?” ulang Isagi dengan volume suara yang lebih besar.

“Rin-”

Rin menggeleng, mengisyaratkan Reo yang barusan berusaha membelanya untuk tetap diam dan berada di tempat.

“Saya diundang Karasu Tabito seperti anak kelas yang lain, tidak sopan jika tidak datang.” jawab Rin santai.

Detik itu Isagi mendengus menahan tawa, “Diundang? Emangnya lo siapa?”

“Ya, dia ketua kelas kita! Barusan aja bahkan Reo udah bantu ngisiin nama kami di buku kehadiran!” Chigiri pun tidak bisa tinggal diam dan akhirnya membela Rin, membuat dirinya mendapatkan lirikan sinis dari Isagi yang tidak berniat berurusan dengannya.

“Oke? Siapapun kayaknya bisa nulis di sana, tapi coba gue lihat di daftar undangan yang asli.”

Kemudian Isagi memberikan sinyal kepada Nagi yang tak jauh dari sana untuk segera mendekat. Terlihat jelas di tangan pemuda itu sebuah buku besar berukuran F4 yang pasti akan segera diberikan pada Isagi. Mengetahui itu saja membuat Rin sadar bahwa mereka memang sudah merencanakan hal ini.

“Ini, Sa.”

Menerima buku tersebut, Isagi langsung tersenyum menantang. “Kalo gitu kita buktiin sama-sama.”

Pemuda bermata safir itu pun membuka buku daftar tamu undangan tersebut lalu dengan lantang mulai membacakan satu per satu urutan daftar nama yang ada di dalamnya sampai akhir, sampai ia pun bisa kembali tersenyum meremehkan kepada Rin di hadapannya.

Nama Rin tidak terdaftar.

“Nama lo gak ada, kan? Berarti lo gak diundang.”

“Lo yang salah! Rin udah isi formulir waktu itu! Gak mungkin nama dia gak masuk!”

Isagi terperanjat mendengar pembelaan Bachira, “Ah? Jadi ternyata lo emang pengen ikut dan pengen diajak? Tapi sayang lo ternyata ditolak?” lalu ia terkekeh sinis, “Lagian siapa juga yang mau ngundang gay di pesta ulang tahunnya, sih?”

Suara bising kembali terdengar, lalu raut kekhawatiran dan kebingungan mulai terlihat di wajah para temannya saat ini yang mau tak mau memaksa Rin harus segera membuat keputusan.

“Gak ada, ya? Kalau begitu saya pulang dulu. Permisi.” ucapnya tak mau ambil pusing.

Lebih tepatnya mengalah.

“Rin! Jangan!”

“Gapapa.”

Rin hanya kembali menggeleng, menyuruh teman-temannya untuk tetap santai dan ikut mengalah saja, jangan sampai mereka bahkan ikut terseret dalam masalah di sini. Sudah jelas target Isagi dan kawan-kawannya adalah Rin, karena itu ia tidak mau mereka ikut terlibat bahkan memicu ke keadaan yang lebih kacau di pesta ulang tahun seseorang.

Tapi sebelum Rin sempat membalik badan untuk segera pergi dari sini, Isagi Yoichi lebih dulu merangkulnya tiba-tiba dan membuat langkahnya kembali terhenti.

“Bentar, bentar, kayaknya gak adil juga walau lo emang gak masuk di buku tamu undangan, mungkin aja Karasu bisa konfirmasi langsung kalau lo ternyata gay– eh, maksudnya lo ternyata diundang?” Isagi kini tersenyum ramah sambil kemudian menunjuk ke arah segerombolan orang di seberang pintu, tepatnya berada di area kolam renang di samping ruangan mereka berada, “Tuh, lihat, ada Karasu di sana, gimana kalau lo samperin dia dulu?”

Rangkulan tersebut digantikan oleh tepukan pelan tangan Isagi yang secara tidak langsung menyuruh Rin untuk menurutinya. Rin sendiri mengerti akan hal itu, jika ia menolak pasti Isagi akan terus memaksanya dan ia akan semakin buang-buang waktu di sini.

“Oke.”

Rin mulai berjalan menuju ke tempat di mana Karasu dan yang lainnya berada, sementara Isagi di belakangnya tetap berdiri di sana dengan seringai tipis yang kini langsung muncul di wajahnya.

Melihat Rin sudah berjalan mendekat ke arah pintu yang terbuka, pemuda itu pun juga segera mengeluarkan ponselnya untuk melakukan suatu panggilan singkat.

“Sekarang.”

Lalu bersamaan dengan ucapan Isagi yang ditujukan kepada seseorang di dalam ponsel, Rin yang baru saja masuk ke area kolam renang tiba-tiba dihujani air dan es batu berwarna merah yang begitu banyak dari atas sana, lebih tepatnya dari sebuah bak besar yang sengaja ditumpahkan oleh beberapa orang dari lantai atas.

“HAHAHAHA!!!”

Gelak tawa langsung terdengar membahana dari dalam ruangan bahkan di area kolam renang sekalipun. Bahkan semua mata kini sudah benar-benar memandang Rin layaknya Rin adalah badut yang baru saja hadir untuk menghibur mereka.

Tentu saja kecuali para teman-temannya yang masih juga terkejut dan reflek berlari untuk mendekatinya. Tapi lagi-lagi Rin menolak bantuan mereka bahkan kembali mengisyaratkan mereka untuk tetap diam, karena kini perhatian pemuda itu sepenuhnya hanya tertuju pada Isagi Yoichi yang tengah menatapnya dengan tatapan puas penuh kemenangan.

“Udahlah, orang kayak lo emang gak usah sok ikut party bareng kita gini, balik aja sana bikin cerita homo lo itu-oh! Atau malahan habis ini lo bakal dapet inspirasi bikin cerita gay yang dibully tapi pembullynya malah naksir sama si gay?”

“Anjing, Isagi! HAHAHA!”

Suara tawa benar-benar memenuhi ruangan di mana Rin berada seakan-akan menyempurnakan olokan yang ditujukan padanya.

Akibat tak mau membuang waktu lebih lama, apa lagi berurusan lebih panjang dengan Isagi dan kawan-kawannya, Rin pun kembali berjalan dengan keadaan yang masih basah kuyup untuk meninggalkan tempat tersebut.

Lalu sebelum benar-benar melangkah lebih jauh, Isagi kembali mendekati Rin untuk yang terakhir kalinya hanya untuk berbisik singkat di telinga pemuda itu.

“Ini baru hal kecil. Kalau lo sekali lagi main-main sama gue, yang selanjutnya jangan harap bisa lepas.”

Rin tidak membalas bisikan itu dan memilih untuk melanjutkan kepergiannya, membuat Isagi mendengus sebal karena rasanya seperti tidak dihiraukan sama sekali.

Namun entah barusan Isagi berkhayal atau tidak, tapi tubuhnya sedikit merinding begitu sekilas melihat senyuman samar terukir di wajah Rin begitu melewatinya.

Layaknya senyuman yang menandakan bahwa apa yang telah terjadi hari ini tidak akan berakhir begitu saja. []

© 2025, roketmu.