[🌸] Damai

Suasana hangat yang menyelimuti pesta BBQ di halaman villa pada malam ini tak membuat satu orang yang sejak tadi asyik menyendiri ikut merasakannya.

Helaan napas berkali-kali ia keluarkan selagi tangannya masih membolak-balik secara asal masakan yang sebenarnya tidak ia pedulikan.

Karena jujur, ingin rasanya netra seindah permata pirus itu kembali melirik sekilas untuk mencuri pandangan terhadap pemuda bersurai biru tua yang tak jauh dari sana. Tapi apa daya, nyalinya begitu kecil begitu melihat ada sesosok pemuda lain di samping si manis membuatnya langsung kecewa begitu berat.

Cemburu. Sangat cemburu.

Itulah yang Itoshi Rin rasakan sejak tadi ketika diam-diam memantau Isagi yang sedang bersama teman masa kecilnya.

Sejak tadi Rin bahkan sudah berkhayal bagaimana jika langsung saja ia tinju wajah Yukimiya hingga kacamata yang bertengger di hidung pemuda itu pecah agar ia jadi bisa kembali membawa Isagi ke dalam pelukannya.

Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena Yukimiya adalah rekan bisnis mereka kali ini.

Atau bagaimana jika Rin hancurkan saja semua pemanggang BBQ di sini kecuali miliknya sendiri supaya Isagi hanya bisa memasak di sampingnya.

Tetapi semakin dibayangkan, semakin menyedihkan. Tentu ia sudah tidak bisa melakukan apapun sejak kata “damai” itu keluar dari mulut si manis yang harus ia hargai.

Akhirnya Rin memilih untuk tetap menyendiri, mengalah dan kembali berkutik dengan pikirannya yang masih juga bertanya-tanya.

Apakah benar takdir Tuhan mempertemukan dirinya dan Isagi lagi ini sebagai bentuk kesempatan untuk mereka melanjutkan kisah mereka yang memang belum selesai?

Atau justru hukuman dari Tuhan karena telah menyakiti Isagi lalu membuat Rin semakin menyesal dan membuat ia dipaksa harus melihat Isagi bahagia bersama yang lain?

Oh, semoga yang kedua tidak akan pernah terjadi di hidupnya atau lebih baik ia ditakdirkan mati saja sekalian.

Lagi-lagi Rin berakhir menghela napas panjang saat lamunannya selalu berhasil menguasai dirinya untuk terus berpikiran buruk.

Sampai-sampai ia bahkan tidak sadar jika ada sosok manis yang tengah mendekati dirinya dengan raut wajah bingung yang ikut menyertai.

“Lo ngelamun apa, Pak Bos? Hati-hati punya lo jadi gosong lagi nanti.”

Eh?

Rin sontak terkesiap begitu suara yang selalu ia dambakan kembali terdengar begitu dekat dari sisinya.

“Isagi?!”

Isagi terkekeh singkat menyadari reaksi itu, “Kenapa, sih? Lo akhir-akhir ini kagetan mulu kalau dekat gue kayaknya?”

Buru-buru Rin menegakkan tubuhnya dan memasang wajah datar andalan upaya berusaha terlihat tidak menyedihkan di hadapan sang terkasih.

“Aku melamun aja tadi.”

“Ada masalah? Perlu gue bantu?”

“Gapapa. Gak perlu.”

Senyum kecut terpampang sekilas di wajah yang lebih tua. Seperti biasa Rin kembali menyembunyikan kegelisahannya sendirian yang membuat Isagi sedih dan kecewa. Selalu seperti itu sejak dulu.

Tapi begitu sadar bahwa Isagi yang sekarang bahkan lebih tidak berhak tahu akan hal itu, rasa sedih dan kecewanya bertambah dua kali lipat.

Lalu untuk menepis perasaan tersebut, Isagi teringat akan tujuan utamanya mendekati Rin ialah untuk melakukan hal yang setidaknya masih bisa ia lakukan untuk Rin saat ini.

“Duh, api lo ini besar banget, dagingnya emang kelihatan cepet mateng, tapi luarnya aja dan dalamnya masih mentah. Bentar, biar gue akalin.”

Isagi berjalan mendekat ke arah panggangan yang secara otomatis ikut membuat jarak semakin menipis di antara keduanya. Belum sempat Rin berkutik, pemuda kecil itu bahkan sudah melakukan hal tak terduga lainnya yaitu menarik pergelangan tangan Rin yang membuat bungsu Itoshi itu ikut menahan napas saat itu juga.

“Dimulai dari sini juga, lo gulung dulu lengan panjangnya biar nanti gak kotor kena bumbu,” ujar Isagi sambil dengan telaten menggulung kedua lengan kemeja Rin hingga sesikut, “kebiasaan, masih sama aja dari dulu sampai sekarang.”

“Isagi-”

“Udah sini sekalian gue bantuin masaknya. Lo cukup tenang aja, biar gue sebagai sekretaris teladan lo yang bantu memudahkan bosnya lagi.”

Rin masih cukup terkejut di tempat, sementara Isagi menyeringai percaya diri dan kini sepenuhnya mengambil alih pekerjaan Rin dalam memasak BBQ di depannya.

“Olesin bumbunya juga berkali-kali aja biar makin meresap, atau lo sebenernya suka yang standar aja?”

“Bebas, sesuai resep kamu aja.”

“Gue tambahin perasan lemon boleh?” jahil Isagi karena jelas tahu Rin tidak suka sesuatu yang terlalu asam.

Rin menggeleng cepat, “Ja-jangan, nanti aku bakal keaseman.”

“Hahaha, bercanda~”

Setelah gurauan singkat itu berakhir, Isagi pun kembali fokus pada masakan di depannya, sementara Rin juga kembali fokus pada Isagi yang tengah memasak.

Selama beberapa saat pula Rin justru kembali tenggelam dalam pikirannya kala ia terkesima dengan bagaimana sosok yang sejak tadi ia pikirkan justru sekarang benar-benar berada di sisinya.

Ingin rasanya Rin mengklaim bahwa hal ini adalah pertanda bahwa Tuhan memang menyetujui hubungan mereka. Tapi Rin masih terlalu malu jika menganggap seperti itu padahal ia belum melakukan usaha apapun.

Sepertinya kali ini Rin tidak usah terlalu banyak berharap, Isagi adalah manusia termanis dan terbaik yang pernah ia temui. Memang insting kebaikannya saja yang membuat Isagi mendekati Rin ksrenay tahu dia terlihat menyedihkan.

“Maaf ya, Sa. Kamu harus perpanjang kontrak lagi demi PT Ito.” bahkan ucapan yang selama ini ia tahan akhirnya ikut keluar sebab Rin sudah terlalu merasa bersalah menerima kebaikan Isagi sebegitu banyaknya.

“Gue udah bilang gapapa, kan? Ini Yukki juga yang minta, jadi gapapa soalnya dia temen lama gue.”

Hati Rin seakan tergores begitu mendengarnya.

“Kamu berarti kayak reuni lagi sama dia, ya?”

“Yaa, bisa dibilang gitu. Kenapa, Rin?”

“Gapapa.”

Bohong kalau Rin bilang tidak apa-apa, karena justru pikiran buruk dan juga pertanyaan-pertanyaan baru yang lain sudah ikut muncul lagi dalam otak Rin saat ini.

Dia baik sama kamu, Sa?

Apa setelah kontrak dengan aku selesai kamu langsung ngelamar di PT dia?

Kamu mau kalau ditawari jadi sekretaris dia juga?

Kamu bahagia sama dia, Sa?

Kamu tau gak dia suka sama kamu?

Kalau kamu tau kamu bakal gimana?

Apa kamu bakal jadian sama dia?

Dan kamu ... juga bakal ninggalin aku selamanya seperti yang kamu mau, Isagi?

“Nah, yang gini baru matengnya total! Keren, kan? Sekretaris lo?”

Suara ceria Isagi pun kembali membuyarkan lamunan Rin, ditambah dengan senyuman lebar yang justru semakin membuat hati Rin bergetar menyaksikan pemandangan seperti ini di depannya.

Isagi mungkin berkata bahwa mereka sudah damai, tapi kedamaian yang seperti ini justru semakin membuat Rin kacau.

Di satu sisi ia gelisah karena entah sampai berapa lama lagi momen-momen kecil dan senyuman indah Isagi ini masih bisa hadir dalam hidup Rin.

“Kamu emang selalu keren dari dulu.”

Di satu sisi lain ia bersyukur masih bisa diberi waktu untuk merasakannya dan karena itu ia akan terus menghargai semua momen berharga ini pula tiap detiknya.

Isagi pun tersipu malu melihat Rin tersenyum selagi memberikan pujian berlebihan seperti biasa untuknya. “Apa, deh? Udah ini cobain dulu buatan-”

“Ah! Isagi? Ternyata kamu di sini.”

Ucapan Isagi lebih dulu terpotong oleh Yukimiya yang tiba-tiba datang untuk ikut mendekat dan mendadak membuat suasana menjadi kikuk dalam seketika.

“Jangan bahas bisnis sekarang, kan, kita lagi senang-senang. Istirahat dulu Pak Bos Rin dan sekretaris Isagi.” canda sang bos PT Megaken.

Isagi tertawa canggung, “Haha? Emang lagi santai kok, buktinya aku baru selesai masak ini.”

“Ini kamu yang masak?”

“Iya, tadi Rin-”

“Boleh buat aku, Sa? Dari tadi pas kita di sana semuanya aku yang masak, jadi aku belum coba buatanmu, nih.”

“Eh, tapi ...”

Isagi yang masih bingung kembali dibuat menggantungkan ucapannya sebab kini ia teralihkan oleh dua temannya yang berambut merah dan kuning, yang juga tiba-tiba ikut mendekat ke arah mereka sambil membawa beberapa tusuk BBQ di tangannya.

“Wey, Pak Bos! Saya lihat-lihat masih masak aja dari tadi, daripada takut gosong lagi mending makan punya kita yang udah mateng aja, nih!”

Bachira langsung maju berdiri membelakangi Isagi agar bisa menyodorkan dua tusuk BBQ di tangannya pada Rin dengan senyuman merekah.

“Betul, Pak. Itu saya yang masakin, meski tadi sempet dicolong sama si Kuning tapi saya semangat masakin lagi karena mau ikut bagi-bagi ke Bos dermawan kita.” timpal Chigiri di sebelahnya yang ikut mendekat dan semakin membuat Isagi mundur untuk memberi jarak kepada mereka, “Atau mau saya bakarin lagi, Pak?”

Rin menggeleng pelan, “Gak perlu, thanks. Habiskan aja itu jatah kalian.”

“Nyehehe, iyain aja, Pak Bos. Soalnya Chigiri punya jurus lain biar rasanya lebih pedes dan mantep!”

“Serius?”

“Serius! Liat aja rambutnya merah membara gitu kayak pusat rasa pedas ada di dia semua.”

“Bangkek lo, Reng. Gak nyambung.”

Gelak tawa pun terdengar dari keduanya yang membuat Rin kembali menggelengkan kepala heran, tapi dapat memaklumi keanehan kedua sahabat Isagi ini seperti biasanya.

Lalu akibat suasana yang ramai di tempat mereka berkumpul, membuat Reo yang tadinya bahkan sedang asyik mengobrol bersama Nagi, akhirnya ikut penasaran dan berakhir mendekat untuk bergabung.

“Pada lagi ngomongin apa, nih? Jangan-jangan lo semua mau ngeledek dan pamer karena BBQ kalian gak gosong kayak punya dia, ya?”

Bachira terkekeh mendengar tuduhan sang Manajer, “Parah lo, Pak. Justru saya mau ngasih ini.”

“Oalah, kalau gitu lo juga mau punya gue gak, Rin?”

“Haha, gak usah, Re. Kalian yang udah repot-repot masak silakan menikmati masing-masing aja.”

“Udah gak usah sungkan, yang gaji kita juga lo semua, hahaha!”

Selagi keempat orang itu masih berusaha untuk memberikan BBQ kepada Rin yang menolaknya, di saat itu pula Isagi terdiam menyaksikan bagaimana peristiwa itu berlangsung di hadapannya.

Peristiwa seperti di mana dalam hidup Rin, kini Isagi hanya berperan sebagai penontonnya.

“Sa? Jadi gimana? Boleh atau engga aku cobain masakanmu ini?”

Yukimiya kembali bertanya, tapi mata Isagi tetap tertuju pada Rin yang masih jadi pusat perhatian orang di sekitarnya. Rin sendiri yang menyadari hal itu akhirnya langsung menerima 3 tusuk BBQ dari Bachira, Chigiri, dan Reo dengan cepat.

“Yaudah kalau gitu gua terima satu-satu. Makasih, ya.”

Lalu ia pun mengisyaratkan Isagi dengan senyuman tipis bahwa ia tidak apa-apa jika masakan Isagi yang padahal dibuat untuknya diberikan ke Yukimiya.

“Isa-”

“Iya, makan aja.” Isagi pun berucap pasrah, masih dengan menatap Rin yang kini kembali mengobrol bersama karyawannya.

Yukimiya tentu langsung memakannya dengan senang hati, “Umm, enak banget! Kamu mending usaha BBQ sendiri aja kalau bosen kerja kantoran, Sa.”

Bachira yang mendengar itu tak kuasa untuk ikut menyeletuk, “Pak Yukimiya bisa aja mujinya, tapi kalo Pak Bos Rin jangan coba-coba, pasti gak jalan beliau bisnisnya karena gosong semua, hahaha!”

“Hn. Bagus gua jadi bos PT Ito aja makanya.”

Gelak tawa pun kembali terdengar yang makin meramaikan suasana di tempat Rin berada saat ini, tapi naasnya juga justru membuat Isagi merasakan kesepian tak ada dua kala ia merasa terasingkan berada di tengah-tengah mereka.

“Gue permisi ke toilet dulu.” izin Isagi akhirnya.

“Butuh aku antar?”

Isagi menggeleng pelan sebagai jawaban atas tawaran Yukimiya. Buru-buru ia berjalan menjauh dari kerumunan itu bahkan sebelum Rin dapat menanyakan keadaannya dengan raut khawatir yang tentu tidak bisa Isagi lihat saat ini.

Karena tentu saja Isagi tidak akan mau memperlihatkan keadaan menyedihkannya yang tengah menangis, terutama pada Rin sebagai alasan utama ia menjadi seperti ini.

Sebab entah mengapa saat menyadari perbedaan sikap Rin yang canggung padanya dan justru terlihat lebih akrab bersama orang lain, hanya membuat dadanya kian sesak hingga bahkan tenggorokannya terasa seperti dililit oleh ranting yang berduri.

Sakit. Sakit sekali hingga Isagi harus memalingkan pandangannya dan memilih untuk melarikan diri dari sana.

Jadi kini bukan hanya Rin saja yang bertanya-tanya, tapi bahkan Isagi mulai kembali mempertanyakan keputusan yang telah ia buat terhadap hubungan mereka berdua.

Bukankah Isagi sendiri yang meminta dirinya dan Rin untuk damai dan tak lagi terikat oleh apapun? Rin yang berhenti mengejarnya ... dan Isagi yang juga tidak akan berlari menjauh untuk menolaknya.

Tetapi mengapa kata damai itu justru terasa begitu menyiksa untuknya?

Sebenarnya kedamaian seperti apa yang Isagi inginkan bersama Rin? []

© 2025, roketmu.