[🌸] Awal Kebangkitan
Setelah mendengarkan nasihat Reo soal bagaimana ia yang tetap harus meminum suppressant lebih sering karena akhir-akhir ini feromonnya tak bisa terkontrol dengan baik, Rin rasanya ingin segera cepat-cepat masuk ke kamar lalu tidur dengan tenang. Ia bahkan sudah bisa membayangkan betapa nyamannya kasur empuk yang telah menanti kedatangannya di sana.
Walau seharusnya ia bisa mendapatkan hiburan lain sebelum tidur lebih dulu yaitu dengan sedikit menjahili Isagi Yoichi. Tapi anehnya hari ini tak ada satu pun notifikasi yang masuk dari kontak bernamakan ‘freak’ di ponselnya.
Apa Isagi memang sudah menyerah untuk bisa mendapatkan perhatiannya?
Omong-omong tentang omeganya itu, kehadiran Isagi itu bukan kehadiran yang Rin tidak sukai. Awalnya mungkin ia berusaha untuk membuat pemuda itu setidaknya takut dan memilih untuk menjauh darinya, tetapi sampai sekarang pun Rin tidak merasakan adanya ketakutan itu pada diri Isagi yang setiap hari selalu berusaha mendekatinya. Rin justru merasa bahwa apa yang Isagi lakukan terlihat konyol dan bodoh, mungkin juga—imut.
Jadi, jika boleh jujur, ia sedikit kecewa jika memang Isagi menyerah begitu saja untuk mengejarnya.
“Shit. Kenapa jadi mikirin dia?”
Rin lantas kembali ingat pada tujuan utamanya sekarang yaitu untuk segera ke kamar dan tidur. Soal Isagi akan ia pikirkan lagi nanti, mungkin kali ini giliran Rin yang akan mengerjainya sungguhan guna membuat Isagi bahkan tak bisa lepas lagi dari sisinya dan hanya akan terus memperhatikannya?
Tetapi terkadang kenyataan memang tak selalu sama dengan harapan.
Buktinya ketika Rin baru saja membuka pintu kamar dan sudah bersiap untuk tidur, tubuhnya justru mematung begitu saja kala ia melihat sosok yang dari tadi ia pikirkan kini tengah duduk di atas ranjangnya dengan keadaan paling tidak terpikirkan—yaitu tubuh polos tanpa busana yang juga sedang memberikan senyuman lebar pada ke arahnya.
Ya, Isagi Yoichi benar-benar dalam keadaan telanjang tengah duduk di atas ranjang milik Itoshi rin sekarang juga.
“Tuan Muda Rin!” sapa Isagi ramah.
“Fuck … lo ngapain?!”
“Menyambut Tuan Muda, bukannya para alpha suka dengan omega yang gak pakai baju?” Isagi langsung memasang wajah polos andalan upaya berusaha menyembunyikan tawa akibat melihat Rin yang masih berdiri di depan pintu dengan kakunya. “Aku juga omega yang tolol, bodoh, beloon gak bisa main bola, jadi seenggaknya aku mau coba untuk buat alphaku seneng dengan nyerahin diriku sepenuhnya, hehe…”
Dalam hati Isagi kini tersenyum puas. Mampus lo, sekarang gue beneran bertingkah tolol lo juga ikut kaget, kan?
Jujur saja sebenarnya Isagi pun jijik dan malu bertelanjang bulat di depan Rin langsung seperti saat ini, tetapi berhubung Isagi juga sudah nekat sedari awal ia ikut pelelangan omega waktu itu, harusnya untuk kenekatan selanjutnya tidak perlu dipertanyakan lagi bukan?
Sungguh dengan beraninya ia masuk ke kamar Rin yang untungnya tidak dikunci dan benar-benar langsung melepaskan seluruh pakaian yang menutupinya hanya demi membalas perbuatan semena-mena Beast manja kurang ajar di depannya saat ini.
Lagi pula mereka berdua juga sama-sama alpha, akan konyol sekali jika seorang Itoshi Rin yang merupakan alpha terkuat ikut terangsang melihat alpha lain telanjang di depannya, kan?
“Kata Pak Itoshi bahkan kita bisa langsung mulai dengan berhubungan seks,” kini Isagi perlahan membaringkan tubuhnya di kasur milik Rin, lalu mengulurkan satu tangannya pada pemuda itu dengan genit, “jadi, sini, Tuan Muda.”
Senyum nakal muncul di wajah Isagi sekarang, ia yakin bahwa setelah ini alpha impoten yang polos itu akan malu setengah mati lalu dalam hitungan detik sudah keluar dari kamarnya lagi.
Heh, membayangkannya saja sudah lucu bagi Isagi, karena dengan begini ia sudah bisa membuat alpha terkuat itu trauma akibat perbuatannya dan tidak akan lagi semena-mena untuk mengerjainya.
Isagi pun memejamkan mata penuh percaya diri untuk mendengar langkah kaki Rin yang akhirnya bergerak. Tetapi menyadari bahwa itu bukanlah langkah kaki menjauh, matanya kembali terbuka dan kini belum sempat ia memeroses keadaan, tiba-tiba ia mendapati tubuhnya sudah berada di bawah kukungan seorang Itoshi Rin dalam sekali kedipan.
Kedua mata mereka saling bertubrukan dengan jarak yang begitu dekat, membuat Isagi mendadak tak bisa bernapas karena keterkejutan yang begitu nyata. Belum lagi Rin benar-benar mengunci pergerakan Isagi dengan kedua tangannya yang digenggam dan juga kakinya yang ikut terjepit.
Mati gue.
Lantas yang Isagi bisa lakukan hanya kembali memejamkan matanya pasrah begitu wajah Rin kini mulai mendekat untuk melakukan entah apapun itu yang tidak bisa Isagi bayangkan.
“Yang kayak gini berani?”
Tapi nyatanya suara Rin terdengar lebih dulu yang disusul dengan dengusan remeh khas pemuda itu, membuat Isagi juga langsung membuka matanya cepat dan melihat pemuda itu akhirnya bangkit dari atas tubuhnya.
Kini giliran Isagi yang benar-benar membeku tak berdaya, bahkan ketika Rin sudah menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya, Isagi masih terbaring kaku seperti mayat. Semua kejadian barusan terasa begitu cepat untuknya.
Fuck ... harga diri alpha gue …
“R-Rin, maaf-”
“Gua tau sebenernya lo juga gak tertarik sama gue, kan?” potong Rin cepat.
Isagi kini sudah bangun untuk duduk dengan selimut yang ia pererat untuk menutupi seluruh bagian tubuh polosnya. Ia menatap Rin dengan takut-takut, karena bukannya melarikan diri dan langsung pergi, tetapi Tuan Mudanya itu malah tetap hadir dan bahkan ikut duduk di tepi ranjang yang sama dengannya sekarang.
“Semua rayuan pendekatan lo yang tolol dan kaku itu terlihat setengah-setengah, mulai dari gimana lo yang ketahuan gak biasa panggil orang ‘Tuan Muda’, ketikan lo yang gak bisa menyesuaikan sebenernya lo mau pakai bahasa baku sama gua atau engga, bahkan gaya bicara berbeda lo sama temen lo yang lo sembunyiin dari gua, semuanya lo lakuin kayak gak serius dan lo sendiri kurang tertarik sama situasi lo yang jadi omega demi menggoda alpha.”
Anjing, gue langsung ketahuan, kah?
Isagi ingin membantah itu semua dengan kebohongannya lagi, tetapi suara Rin kembali keluar untuk melanjutkan ucapan tadi.
“Dan gua sendiri juga gak tertarik sama lo, jadi kita ada di posisi yang sama saat ini.” Rin pun menatap Isagi yang masih memandangnya dengan bingung, “Gua pilih lo di pelelangan semata-mata cuma mau buat Papa gua berhenti maksa gua datang ke pelelangan tolol itu, dan saat melihat lo di pelalangan pun gua juga merasa kalau lo bukan omega lacur yang nantinya akan merangkak demi bisa ditidurin gua.”
Bangsat, gue alpha!
“Jadi keluarin aja jati diri lo yang sebenernya di depan gua, gak usah pura-pura lagi, Isagi Yoichi.”
Mendengar itu lantas Isagi menghela napasnya gusar. Sial, jika sudah seperti ini tandanya ia tidak akan bisa mengelak lagi.
Isagi memang bodoh karena ia sendiri tidak memiliki banyak persiapan bahkan rencana matang-matang, yang ia tahu hanya bisa menaklukkan Rin, membuat alpha sombong nan manja ini jatuh ke pesonanya.
Tetapi perbuatannya selalu berbanding terbalik dari semua rencananya, yang ia lakukan justru terlalu ceroboh, terpancing akan emosi sesaat, lalu membuat dirinya kini terjebak atas kesalahan yang ia perbuat.
Lantas apa lagi yang harus Isagi lakukan jika Rin saja sudah tahu bahwa ia tidak berniat menjadi ‘omega’ sesungguhnya?
“Tapi gue mau berusaha, gunanya gue sebagai omega lo adalah itu, kan? Feromon gue cukup kuat untuk menarik alpha lain, kali aja lo bisa sembuh kalau terus sama gue.”
Masa bodoh, kalau begitu Isagi hanya bisa mengikuti bagaimana kemauan Rin dengan meruntuhkan kepalsuan image yang ia buat. Untuk persoalan rencana selanjutnya, biar ia pikirkan nanti saja setelah ini.
“Gua gak berniat sembuh juga.” balas Rin cuek.
“Terus masa kita mau diem-dieman aja? Lo gak rugi udah beli gue dengan harga sebesar itu? Atau lo mau jadiin gue temen lo aja?”
Mendengarnya langsung membuat Rin menatap sinis Isagi, sudah jelas ia tidak suka dengan usul itu.
“Tuh, kan, lo gak mau juga. Gue sendiri udah nyerahin semua hidup gue ke elo, jadi gue gak tau hidup gue mau dibawa ke mana lagi, sialan.”
Sayangnya fakta itu juga benar, akan lebih mudah jika Rin benar-benar menggunakan kehadiran Isagi di hidupnya dan bukan justru mengabaikannya.
“Lo sendiri kenapa bisa ikut pelelangan ini?”
Isagi menaikkan sebelah alisnya mendengar Rin tiba-tiba bertanya. Apa pemuda ini sekarang mencurigainya? Tapi tenang saja, Isagi juga adalah pembohong yang ulung jika soal mengarang cerita.
“Simpel, gue gak punya uang, lo sendiri tau gue udah gak ada orang tua.”
“Terus tau dari mana?” selidik Rin, karena menurutnya latar belakang Isagi sesuai data pribadi yang diberikan Reo itu seperti remaja normal yang bahkan tidak akan tersentuh dunia gelap seperti ini.
“Ini rahasia, tapi suatu hari gue ketemu salah satu orang kaya yang pernah mau rekrut gue buat ikut pelelangan ini karena dia bersedia jadi guardiannya. Lo pasti tau kalau guardian juga dapat uang besar soal ini, kan? Jadi lebih baik gue maju sendiri aja karena gue butuh uang yang lebih banyak.”
Rin mendengus remeh, “Gak menarik banget hidup lo.”
“Emang. Lo sendiri juga aneh, udah terkenal jadi Beast yang katanya setiap rut bakal jadiin orang samsak buat amukan lo yang gak bisa ngeseks. Pfth, alpha impoten.”
“Oh, shut up.”
Isagi kini menyeringai tipis, “Jadi lo pasti juga masih perjaka, kan, Rin?”
“Look who’s talking.”
Rin mendecih sebal, sementara Isagi malah semakin ingin menggodanya.
“Terus tanggapan lo sendiri gimana sama kondisi lo sampai sekarang ini? Lo kesel gak udah sayang-sayang jadi alpha terkuat tapi lo malah punya kelemahan kayak gitu?”
Isagi bahkan sudah merasa bahwa lambat laun suasana di antara mereka kali ini tak lagi secanggung tadi, membuatnya tanpa sadar juga sudah ikut bersandar pada kepala ranjang sambil memperhatikan Rin dengan santai.
“Siapa yang tau kalau gua akan terlahir kayak gini? Orang-orang khawatir sama ras alpha terkuat yang ada dalam diri gua, tapi gua sendiri gak peduli. Kekurangan bahkan kelebihan jadi alpha terkuat ini gak penting karena gua akan tetap hidup dengan semau gua.”
Rin sendiri pun tidak masalah atas pertanyaan Isagi, ia tetap menjawabnya meskipun wajah mereka tak saling berhadapan, lebih tepatnya Rin yang menghindar karena tak ingin Isagi melihat ekspresi yang tengah ia buat saat ini.
“Betul itu, emang bagusnya lo gak usah peduli sama sekali.” Isagi mengangguk-angguk, “Karena secondary gender kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya gak akan mempengaruhi diri kita yang sebenarnya. Mereka tau lo Beast, calon alpha terkuat atau apalah itu, tapi lupa kalau lo juga manusia, lo itu Itoshi Rin.”
Tapi balasan Isagi barusan membuat Rin langsung kembali memusatkan perhatiannya pada pemuda berambut biru tua yang kini sedang tersenyum tulus itu.
“Makanya juga gue gak peduli dan gak takut sama alpha-alpha kayak kalian biar pun gue ini omega, gue bisa aja bantai kalian satu-satu kalau kalian nyerang gue,” Isagi terkekeh singkat sebelum melanjutkan ucapannya, “karena sebelum gue jadi omega, gue adalah Isagi Yoichi, dan selamanya tetap Isagi Yoichi.”
Ah, begitu, ya?
Isagi yang tengah tersenyum bangga ini mungkin tidak sadar, tapi ucapannya barusan membuat Rin kini tersenyum tipis, hampir tidak terlihat. Siapa sangka ucapan dari omega yang sepertinya asal bicara ini mampu membuat Rin merasa sedikit ... lega?
Rin lagi-lagi mendengus geli, “Tapi tadi lo ketakutan pas gua mau serang.”
“Itu karena lo tiba-tiba! Jadi gue kaget!” bela Isagi pada dirinya sendiri.
Keheningan tercipta sejenak di antara mereka sebelum suara Rin akhirnya kembali terdengar untuk memecahkannya.
“Terus gimana?”
“Apanya?”
Rin kini menatap Isagi lebih lekat, “Lo masih bersedia untuk ikut bantu masa rut gua, kan?”
Yang ditanya terkesiap, “Yaa … oke aja? Gue siap jadi samsak lo, gue juga penasaran lo bakal berubah jadi kayak gimana nanti, apa gue langsung mati atau engga, hahaha.”
Ya, mungkin inilah rencana Isagi selanjutnya, walau ia harus jadi samsak sekalipun setidaknya ia bisa tahu kelemahan Rin. Kali saja dengan menjadi teman bertarungnya, mereka juga bisa memulai pendekatan yang lain atau bahkan lebih bagus lagi Isagi bisa menjadikannya sebagai peluang untuk melenyapkan Rin sebagai penerus PXG yang dibanggakan?
Ah, tapi sepertinya kalau sampai melenyapkan terlalu berlebihan? Kalau bisa Isagi tidak ingin ada pertumpahan darah di antara mereka.
Atau ... bagaimana kalau Isagi belajar hipnotis dari sekarang? Seperti ketika Rin sedang dalam masa rutnya yang tidak sadar, Isagi bisa mengendalikan pikiran Rin dan membuat alpha terkuat ini tunduk padanya. Maka dengan begitu penghancuran terhadap PXG akan lebih mudah untuk dilakukan jika Rin saja sudah menuruti perintahnya, bukan?
“Bukan jadi samsak, tapi cara lain seperti ajakan lo sebelumnya.”
Eh? Tunggu sebentar.
“Maksud lo?”
Semua bayangan dalam pikiran Isagi soal rencana tidak jelasnya mendadak lenyap digantikan oleh kebingungannya akibat ucapan Rin barusan.
Menemani rut tapi bukan menjadi samsak melainkan dengan cara lain seperti ajakan Isagi sebelumnya?
“Oh! Rin lo beneran setuju mau kita ngeseks aja jadinya?”
Rin mendecih sebal ketika mendengar nada meledek Isagi yang menyebalkan.
“Fuck. Lupain.”
Wajah Isagi juga langsung berseri, bahkan ia tak lagi bisa menahan tawanya.
Anjing, masa beneran segampang ini? Jadi gue hanya perlu kembali ke rencana awal gitu?
“Engga, engga, ayo, gue bersedia bahkan walau lo belum rut sekalipun. Ayo, kita ngeseks sekarang.”
“Wait, gue udah bilang lupain, Isagi-”
Kini Rin justru panik karena tiba-tiba Isagi mulai mendekat ke arahnya dengan selimut yang perlahan turun dan kembali memperlihatkan bagian polos tubuhnya selagi pemuda kecil itu terus bergerak.
Gawat, wajah Rin langsung memerah matang dibuatnya.
“Kenapa? Gak usah malu, Tuan Muda Rin~”
Isagi kini tersenyum seperti orang mesum, puas menggoda Rin yang bahkan sekarang terlihat sedang kewalahan akibat berusaha menjauh sambil menangkis setiap sentuhannya.
“Shit, gua gak ada pengalaman bahkan lo juga, kita gak tahu apa-apa soal ini, sialan.”
Ah? Bener juga.
Isagi akhirnya berhenti mendekat, membuat Rin dapat bernapas lega meski hanya sesaat karena sekarang pemuda itu justru langsung duduk di samping dirinya yang sudah terpojok di ujung ranjang sambil menatapnya dengan tampang polos andalan seperti di awal tadi.
“Kalau gitu kita coba aja dari hal yang paling mudah.”
Rin meliriknya curiga, “Apa?”
“Pelukan.”
Ha?
Kedua tangan Isagi langsung terentang lebar untuk menyambut Rin masuk ke dalam dekapannya dengan senang hati.
“Bangsat, gak-”
“Pelukan itu tahap awal untuk aktivitas sentuhan fisik,” potong Isagi cepat, “kalau lo beneran mau gue bantu saat rut dengan hal seperti yang lo bilang, kita bisa mulai dari sini. Tapi kalau lo emang gak mau, gue juga gak akan maksa kok, tenang, haha.”
Isagi terlihat begitu santai sementara Rin sendiri dilanda kegugupan. Otak dan hatinya kini tengah bertengkar dan memaksa ia untuk memilih apa yang sebaiknya harus ia lakukan.
Otaknya menyuruh ia untuk menolak pelukan Isagi karena gengsinya yang setinggi langit, sementara hatinya membujuk ia untuk setidaknya mencoba dulu pelukan Isagi yang terlihat sangat hangat tengah mengundangnya.
“Rin?”
Ah, sial.
Tetapi nyatanya ia lebih dulu jatuh kepada pesona Isagi sebelum dapat menentukan pilihan.
Karena begitu melihat Isagi yang kini tersenyum manis setelah memanggilnya dengan lembut, pertahanan Rin langsung hancur detik itu juga.
Masa bodoh. Isagi memang omega miliknya, kan?
Lagi pula mereka berdua sudah tahu alasan masing-masing terhadap perjanjian kontrak seumur hidup ini. Rin sendiri juga tidak masalah dengan kehadiran Isagi, ia merasa bahwa Isagi berbeda jadi tidak ada salahnya jika mencoba melakukan hal-hal seperti ini bersamanya, bukan?
Rin menghela napasnya pasrah, “Oke. Kalau gitu gua akan coba.”
Pupil Isagi membesar kala mendengar persetujuan Rin. Dengan gerakan perlahan tapi pasti, akhirnya Rin kini benar-benar mendekat ke arahnya.
Gawat, gawat, gawat.
Debaran jantung Isagi langsung berdetak lebih cepat di setiap gerakan yang Rin lakukan. Mulai dari bagaimana kedua tangan besar Rin meraih pinggang polosnya, sampai dagu pemuda itu yang kini bersandar di bahunya, napas Isagi kian ikut tercekat akibat sensasi aneh menggelitik di dalam perut yang membuat tubuhnya memanas.
Seorang Itoshi Rin sang Beast benar-benar sedang memeluk Isagi sekarang!
Isagi juga tidak mengira bahwa posisi pelukan mereka akan seperti ini jadinya, bahkan tangannya sendiri tanpa sadar sudah ikut melingkari bahu lebar Rin dan membuatnya bisa langsung mencium bau tubuh sang Beast dengan jarak sedekat ini.
Sialan, kalau seperti ini bukankah lebih berbahaya? Mereka berdua jadi bisa saling mendengar detak jantung masing-masing yang entah tidak diketahui siapa pemilik dari yang lebih cepat berdetak. Isagi bahkan makin dibuat terkejut karena mendapati Rin kini juga turut menempelkan hidungnya pada bahu Isagi, menimbulkan sensasi geli akibat hawa panas dari napas si bungsu Itoshi.
Dia nyium bau gue sekarang?
Isagi awalnya tidak percaya karena mungkin saja Rin berbohong soal tidak bisa mencium feromon orang lain, tetapi lain halnya dengan sekarang karena ia dapat membuktikannya sendiri.
Pasalnya Isagi sedang tidak memakai alat ramuan X untuk mengeluarkan feromon omega, ia juga sudah meminum suppressant penekan feromon alphanya agar tidak keluar. Lantas apa yang tengah Rin ciumi sekarang?
“Rin …?”
Rin juga tidak menjawab panggilan Isagi, yang hanya ia lakukan adalah tetap terpejam dan menghirup aroma alami tubuh Isagi dalam-dalam layaknya tak ada hari esok.
Entah, Rin juga tidak mengerti, yang hanya ia tahu bahwa detik pertama kali mereka berpelukan dan aroma Isagi masuk ke dalam penciumannya, Rin langsung merasa diselimuti oleh ketenangan dan kenyamanan yang sudah lama belum kembali Rin rasakan.
Rasanya seperti ketika pertama kali ia menghirup udara dingin menyegarkan di musim gugur dan seperti ketika ia baru saja pulang ke rumah setelah melewati perjalanan panjang yang melelahkan.
Rin menginginkan lebih banyak dan lebih lama lagi untuk menghirup aroma Isagi.
Lagi. Lebih banyak lagi.
Tanpa sadar hidungnya kini mulai berpindah tempat tak lagi di sekitar bahu melainkan leher dan juga dada Isagi. Bibir pun tak tinggal diam untuk ikut mengecup kulit halus yang terpampang polos di depannya, membuat ia tak kuasa menahan rasa ingin mencumbunya lebih dari sekadar ciuman.
“Mmhh!”
Isagi menahan suara aneh yang berusaha keluar ketika ia merasakan mulut basah pemuda itu kini tengah menghisap permukaan kulitnya. Rin tidak melakukan itu dengan kuat tapi Isagi dapat jamin ia pasti meninggalkan jejak.
Lebih. Rin ingin lebih.
Selagi bibirnya sibuk melakukan pekerjaan utama, kini tangan besar yang tadi hanya berpegang pada pinggang halus Isagi, sudah ikut merembet ke bawah dan mengelus paha bagian dalam milik pemuda dengan mata seindah batu safir itu.
“Rin ...”
Tak kuasa menahan beban Rin yang semakin mendorong dirinya ke belakang, tubuh Isagi pun ambruk terbaring begitu saja di kasur dan membuat posisi mereka kembali seperti di awal Rin mengukungnya tadi.
Sontak akibat perubahan itu, kedua mata Rin yang sejak tadi tertutup kembali terbuka dengan cepat seakan kesadarannya baru muncul detik itu juga.
Tapi sepertinya itu bukanlah tindakan yang tepat untuk dilakukan, karena pemandangan di depannya saat ini justru lebih terlihat membahayakan—yaitu Isagi yang berada di bawahnya dengan leher dan dada memerah akibat perbuatannya, ditambah lagi wajah manis pemuda itu yang kini memberinya tatapan sayu lagi tak bertenaga.
Detik itu juga Rin merasa sisi buas dalam dirinya ikut bangkit yang membuatnya ingin meledak dalam seketika.
“Gua mau mandi.”
Akhirnya dengan sisa kekuatan dan kesadaran yang tersisa, Rin langsung bangkit dari kasur seraya menutupi setengah wajahnya, disusul oleh Isagi yang juga kembali meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
“O-oke? Gue balik ke kamar juga kalau gitu.”
Rin hanya menjawabnya dengan gumaman singkat sebelum ia akhirnya benar-benar masuk ke kamar mandi dan hilang dari hadapan Isagi.
Isagi yang juga merasa kesadarannya belum penuh segera ikut memakai kembali pakaiannya yang ia tanggalkan begitu saja di lantai sejak awal tadi. Walau ia sendiri belum bisa memeroses lebih jauh tentang apa yang baru saja tadi mereka lakukan, tetapi lebih baik ia pergi dulu dari kamar Rin dan setelah itu bisa Isagi pikirkan lagi setelahnya.
Tak jauh dari sana, Reo yang sedang tidak sengaja lewat di dekat kamar Rin dibuat bingung dengan Isagi yang baru saja keluar dari kamar milik Tuan Mudanya itu. Belum sempat mendekat untuk memanggilnya, tubuh Reo terperanjat begitu merasakan feromon Rin yang berasal dari kamar begitu besar dan langsung bisa ia ikut rasakan.
“Rin udah itu ... sama Isagi, kah?”
Tetapi anehnya Reo juga sama sekali tidak merasakan feromon lain kecuali milik Rin. Mungkinkah karena pengaruh obat? Tetapi harusnya obat khusus milik PXG hanya bisa untuk tidak mencium feromon omega, jadi harusnya Reo masih bisa juga merasakan feromon Isagi seperti ia merasakan feromon Rin sekarang.
Apakah feromon milik Rin terlalu kuat dan menelan seluruh feromon omega Isagi? Apakah Rin langsung melakukan scenting pada Isagi juga? Apa yang barusan sudah mereka lakukan sebenarnya?
“Ini … perkembangan bagus, kan?” wajah Reo langsung berseri bahagia, “Shit, gue harus kasih tau Pak Itoshi dan Kak Sae sekarang juga!”
Sementara Rin yang masih berada di kamar mandi tengah mengondisikan napasnya yang mulai tak teratur. Tubuhnya bahkan mulai memanas sampai ke ujung kepala, dengan gerakan tergesa-gesa pula ia meminum suppressant hanya dengan air keran di wastafel akibat feromonnya yang sudah kembali tak terkendali.
Apa lagi bayangan Isagi yang telanjang sambil menatapnya sayu dengan bau paling memabukkan tadi masih terus memenuhi pikirannya.
Sial, sial, sial.
Banyak pertanyaan muncul di kepala Rin untuk saat ini. Ia seratus persen percaya bahwa ia tidak bisa mencium dan merasakan feromon apapun. Ia juga yakin dan jelas tahu bahwa apa yang ia cium barusan bukan feromon tetapi aroma alami Isagi.
Tetapi mengapa ia bisa bereaksi sampai seperti ini? Apakah akibat dirinya yang tidak bisa mencium feromon, justru penciuman aslinya yang juga ikut menguat?
Atau ... memang Isagi Yoichi saja yang berbeda dari omega lainnya?
“Fuck … Isagi Yoichi.”
Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, seorang Itoshi Rin merasakan ada perubahan besar pada sisi alpha yang dimilikinya. []
© 2024, roketmu.